Mohon tunggu...
Nurhilmiyah
Nurhilmiyah Mohon Tunggu... Penulis - Bloger di Medan

Mom blogger

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Beberapa Masukan Buat Sinema Rumah Tangga (1)

21 Januari 2018   20:42 Diperbarui: 21 Januari 2018   21:24 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Google

Sebagai teman memasak, terkadang saya menyetel televisi di ruang makan yang langsung tanpa sekat ke dapur. Kegiatan merajang cabe dan mengiris bawang tak terasa lama jika sambil menyaksikan program talk show, berita bahkan sinema yang kerap mengangkat persoalan rumah tangga di salah satu stasiun televisi swasta.

Awalnya karena sering melihat ART saya yang asyik sendiri menonton tayangan yang mengaduk-aduk perasaan itu, sampai tanpa sadar ia terbawa emosi. Marah-marah pada sang tokoh antagonis dan kadang menyesalkan sifat lemah atau terlalu baik hati dari si pemeran protagonis. Saya tak melarang ia memilih channel sinema itu selama tidak menontonnya bersama anak-anak saya. Hitung-hitung sebagai hiburan baginya di sela-sela membantu meringankan pekerjaan rumah tangga.

Jadi selama kedua anak saya yang usia SD belum pulang sekolah, si ART bebas merdeka menekuri tontonannya. Saya hanya tak ingin putra-putri kami ikut-ikutan mengonsumsi konten problematika rumah tangga yang disajikan. Percekcokan suami istri, ketidaksetiaan, perselingkuhan, keculasan, skenario jahat, mertua kejam, menantu kurang ajar dan suami pengangguran.

Sepertinya tema-tema itulah yang acapkali mewarnai sinema rumah tangga. Saya pikir tidak ada masalah, namanya juga cerita, bebas saja berkreasi. Bahkan selalu mencantumkan tulisan "kisah nyata" pada judulnya, menekankan bahwa FTV itu berasal dari pengalaman faktual yang diangkat ke layar kaca. Terlepas dari bumbu-bumbu yang menambah daya tarik cerita, ada beberapa hal yang saya pikir perlu diperhatikan tim kreatif film televisi sekali tayang itu.

Hal-hal itulah adalah sebagai berikut:
1. Sekali dua mengikuti kisah konflik pasutri yang berujung pada perceraian, menampilkan bahwa si suami mentalak istrinya hanya dengan menyuruh membubuhkan tanda tangan pada sehelai surat. Setelah si istri meneken kertas itu maka absahlah perceraian di antara keduanya.

Perlu diluruskan bahwa perceraian menurut hukum positif, haruslah dilaksanakan di muka sidang pengadilan. Dasar hukumnya adalah Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagaimana mungkin dengan hanya menandatangani selembar surat, maka jatuhlah sudah talak pada istri yang mengakibatkan telah putus perkawinan di antara keduanya.

Membaca credit title di akhir FTV, lazim saya temukan nama konsultan hukum di program itu, praktisi hukum kondang pula. Saran saya hendaknya televisi turut mengedukasi penontonnya secara serius, agar masyarakat mendapat informasi yang akurat mengenai prosedur perceraian sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Khawatirnya, masyarakat awam penikmat sinema ikut-ikutan mencontoh apa yang ditayangkan. Perceraian hanya dengan meneken surat. Mungkin untuk membuat adegan yang meniru jalannya persidangan Cerai Gugat atau Cerai Talak membutuhkan waktu dan biaya lebih besar, sehingga dibuatlah scene demikian.

Ratingnya cukup baik, dilihat dari berderetnya iklan komersial yang hadir teratur di sela tayangan. Mengedukasi penonton, itulah yang seharusnya dilakukan jika ingin menghadirkan tontonan sekaligus tuntunan. Agar tayangan tak masuk kategori tayangan sampah. Meski pernah juga saya saksikan ada sinema sejenis yang memang betul-betul menayangkan adegan proses persidangan sebagaimanamestinya. Hal itu sudah baik dan perlu konsistensi melaksanakannya.

(Bersambung)

Salam literasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun