Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Wajah Baru Bullying

21 Agustus 2016   08:28 Diperbarui: 2 September 2016   14:07 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bullying: Mulai Playground Hingga Workplace

Bullying bisa terjadi di manapun dan pada siapapun. Bullying bisa berwujud olok-olok, memberi julukan aneh yang didasari keinginan mempermalukan atau iseng belaka, ejekan verbal yang memberi label ciri khusus yang "buruk" dari korban. Bullying dapat pula berwajah lebih samar namun tak kalah merusak yakni berupa bullying sosial. Pengucilan, mendiskriminasi, pengabaian, dapat kita masukkan ke dalam kategori ini. Bullying yang lebih kasat mata yakni bullying fisik. Seorang anak yang sedang berulang tahun, lalu oleh teman-temannya "ditelanjangi" atau diikat di tiang atau diambil/ dirampas barangnya lalu ditaruh di tempat yang sulit ia raih, dilempari telur busuk dan semacamnya, yang bisa kita lihat langsung, pernah kita alami, atau bisa kita saksikan di media. Bullying bisa terjadi pada anak-anak usia prasekolah ketika bermain dan didorong atau diejek temannya di taman bermain, hingga bullying oleh atasan dan teman kerja di kantor. Belum lagi, wajah bullying dari masa ke masa selalu mengalami pembaruan. Wajah baru bullying, sangat erat kaitannya dengan tren dan gaya hidup yang sedang terjadi di masa itu.

Bullying sangat bisa diperparah dengan tren media sosial. Telah banyak kasus remaja di negara barat yang suicide dikarenakan di-bully di media sosial. Daftarnya panjang, dan tentu kita tak ingin menambah panjang daftar tersebut.

Need For Power

Semua orang memiliki kebutuhan memiliki power atas situasi, atas orang lain. Namun ketika dalam diri orang tersebut need for powernya besar, namun pada dasarnya ia merasa tidak percaya diri, maka bullying terkadang ia jadikan "alat pemuas need of power' tersebut.

Jadi, saya katakan bahwa bukan hanya korban bullying yang biasanya sosok subordinat dan inferior. Pembully itu sendiri, pada dasarnya sosok inferior dan pengecut. Sehingga ia butuh membuktikan "power"-nya dengan membully korban yang biasanya posisinya lebih lemah. Apakah lebih kecil ukuran fisiknya, lebih sedikit jumlahnya, kurang populer, dari suku minoritas, berkebutuhan kgusus, dan sebagainya.

Dosa Pembiaran

Apakah istilah "bystanders" familier bagi Anda? Dalam kajian bullying, bystanders tidaklah bebas dari "dosa" sekaligus tidak bebas dari dampak paparan kekerasan yang ia saksikan. Kita tidak bisa menyaksikan suatu kekerasan, mendiamkannya, dan pergi begitu saja tanpa terdampak. Dosa pembiaran tak bisa dipandang remeh.

Kata pepatah lama berujar "Terkadang bukan karena banyaknya orang jahat, namun banyaknya orang baik yang mendiamkan kejahatan."

 

Sekolah Ramah Anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun