Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Ibu Mengalami Sindrom Baby Blues atau Depresi Post Partum?

7 Oktober 2016   11:59 Diperbarui: 7 Oktober 2016   14:01 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - ibu yang depresi karena post partum. (Shutterstock)

Ketika batas ambang toleransi stress manusia terlampaui maka ia akan mengalami kondisi distress (stress). Apabila kondisi stress ini berlangsung berkepanjangan, apalagi disertai gejala-gejala khas depresi seperti:

(1)Mengharapkan yang terburuk (pesimis); (2) Membesar-besarkan konsekuensi dari kejadian-kejadian negatif; (3) Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif walaupun tidak beralasan; (4) Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek negatif dari berbagai kejadian.

Sesuatu hal yang khas terkait depresi yakni learned helplessness. Orang yang mengalami depresi secara selektif fokus pada hal-hal negatif. Suatu kejadian yang negatif seperti kegagalan meraih grade tertentu dalam ujian, bisa merambat pada penilaian negatif terhadap berbagai hal lainnya. Rasa tidak bisa mengasuh anak secara baik, rasa kecewa terhadap peran suami dalam pengasuhan anak pun demikian, bisa meluas ke hal-hal lain sehingga hampir semua hal dipersepsikan negatif. Generalisasi yang terlampau luas dari suatu hal yang negatif menjadi suatu bentuk keyakinan bahwa “Aku orang yang gagal”; “Aku ibu / istri yang buruk” ; “Aku orang yang tidak berguna” ; “Aku bodoh” ; “Aku tidak punya masa depan” merupakan salah satu mekanisme berpikir yang terdistorsi (tidak tepat /tidak sesuai kenyataan) khas orang yang mengalami depresi.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Karena depresi merupakan gangguan dan tidak bisa berlalu dengan sendirinya, maka untuk membantu orang-orang yang mengalami depresi membutuhkan bantuan professional (psikolog dan / atau psikiater). Namun setidaknya, pengetahuan kita tentang beberapa gejala khas depresi dapat membantu kita untuk melakukan identifikasi dini terkait seseorang yang mengalami depresi.

Penderita depresi cenderung mengalami perasaan bersalah yang sangat tinggi (www.almighty.com)
Penderita depresi cenderung mengalami perasaan bersalah yang sangat tinggi (www.almighty.com)
Stop Stigma!

Tidak ada yang lebih buruk dari memberikan stigma terhadap seseorang yang tengah membutuhkan bantuan! Maka, Stop Stigma terhadap seseorang yang mengalami depresi. Termasuk para ibu yang mengalami depresi post partum! Kalau tidak mau membantu, setidaknya kita bisa berupaya berempati terhadap kondisi yang tengah dialami penderita depresi.

Sebagian penderita depresi juga memunculkan pikiran-pikiran ke arah mengakhiri hidup (suicidal thoughts). Guilty feelings (perasaan bersalah) mereka juga biasanya amat tinggi. Sehingga, stigma dan penilaian yang menghakimi adalah hal terakhir yang mereka inginkan.

Pengobatan psikofarmakologi melalui obat-obatan antidepressant biasanya akan dilakukan oleh psikiater. Sementara terapi kognitif behavioral biasanya akan dilakukan oleh psikolog. Untuk membantu penderita depresi, kita bisa membantu memberikan informasi klinik / rumah sakit terdekat yang memberikan jasa layanan psikologi dan psikiatri. Kita juga bisa membantu menemani (kalau diperlukan) ke puskesmas yang memiliki layanan psikologi / atau bisa juga dokter untuk memberikan rujukan ke rumah sakit yang layanannnya lebih lengkap. Kita bisa juga membantu menginformasikan kepada penderita / keluarga jasa layanan psikologis / psikiatri yang ada di Universitas terdekat.

Apapun yang bisa dan sanggup kita lakukan, lakukanlah. Bisa saja, satu langkah kecil Anda menyelamatkan satu nyawa! Atau bahkan menyelamatkan sebuah keluarga!

Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun