Mohon tunggu...
Nur Tjahjadi
Nur Tjahjadi Mohon Tunggu... profesional -

Bebas Berekspresi, Kebebasan Akademik, Bebas yang bertanggung jawab...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional, Penghamburan Uang dan Tanpa Hasil

26 November 2009   20:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:10 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kenapa ya "Syaiton-Syaiton" di Depdiknas tetap ngotot mau menyelenggarakan Ujian nasional ?  Karena UUD, ujung ujung nya duit.

Boros,  mubazir atau menghamburkan uang tanpa hasil adalah perbuatan syaiton (setan).  Sedangkan setan itu amat ingkar kepada Tuhan.  Maka bisa juga disebutkan bahwa pelaksana ujian nasional itu adalah saudaranya setan, atau konco2 nya setan.  Melakukan perbuatan sia2, tiada hasil, sambil memboroskan uang, masih tetap dipertahankan di Diknas adalah karena duit, UUD, Ujung-Ujung nya Duit.

Setiap pagi di hari pelaksanaan Ujian nasional, hampir di semua sekolah2 yang mutunya agak rendah, beredarlah bocoran jawaban soal2 UN.  Oknum Kepala sekolah sendiri yang mengatur itu.  Karena ia tak mau muridnya gagal di UN.  Kalau sudah begitu, lantas apa sumbangan UN terhadap pencerdasan bangsa ?

Anak2 murid sekolah tersebut, ada yang percaya 100 persen dengan kunci jawaban yang beredar itu.  Ada yang cuek saja menanggapi bocoran itu, ada yang setengah serius, ada juga serius sekali.  Yang serius sekali, tanpa membaca soal lagi, mereka langsung menjawab soalan tersebut dengan cara mengisikannya di lembar jawaban.  Akibatnya, kertas soalan masih rapi, tidak ada bekas dibuka atau dibaca oleh peserta ujian nasional.

Sudah sedemikian parahnya kah mutu pendidikan di Indonesia ?

Tidak parah benar sih.  Karena masih ada sekolah2 yang serius mengikuti ujian nasional ini.  Biasanya sekolah2 yang memang tingkat kualitasnya sudah terkenal baik.  Mereka juga memiliki nilai rata2 UN yang cukup besar.  Tetapi ada sekolah di daerah, dengan  pengajaran dan pembelajaran yang  mutunya sangat rendah, dapat mengalahkan sekolah2 yang kualitasnya sangat bagus.  Itu semua karena bocoran yang dibuatkan oleh gurunya sendiri.

Ada murid yang sehari2nya tidak terlalu pandai matematika, tetapi dapat nilai 100, tanpa ada yang salah sama sekali.  Itu karena ia mengikuti bocoran kunci jawaban.  Memang kunci itu tidak dibuat 100 persen benar, namun bagi murid yang kritis, ia tidak menerima mentah2 kunci itu.  Masih diolah juga, bocoran kunci jawaban itu.

Celakanya, ada saja murid yang keliru menjawab.  Misalnya, kunci jawaban matematika digunakan untuk menjawab soal bahasa inggris, atau sebaliknya.  Ada juga yang tertukar2 bocoran kunci jawaban bahasa Indonesia dipakai untuk menjawab soalan lain.  Buktinya sudah ada.  Di Makasar, pada UN yang lalu, ada sekolah yang muridnya tidak lulus sama sekali.  Ini sangat aneh.  Lebih aneh lagi, Diknas tidak mau belajar dari kasus2 yang sudah pernah terjadi.  Tetap saja Diknas menyelenggarakan UN.  Duit trilyunan rupiah itu habis tidak tahu kemana perginya, sementara kualitas pendidikan tetap saja tidak berubah.

Menseragamkan kualitas pendidkan secara nasional adalah suatu perbuatan yang tidak masuk akal sama sekali.  Tidak perlu membandingkan mutu pendidikan di Jakarta dengan  Papua.  Di dalam kota Jakarta saja, mutu pendidikan itu sangat njomplang, tidak seimbang.  Mutu pendidikan sangat tergantung kepada kondisi sosial murid yang bersangkutan, latar belakang pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, selain juga keadaan sekolah dan lingkungannya.

Coba saja tanyakan, kepada teman2 yang baru bertugas dari daerah.  Tiba2 ia pindah ke Jakarta atau kota besar lainnya.  Maka banyak dari anak2 mereka yang harus turun kelas.  Misalnya dari kelas 6 di Papua, harus turun ke kelas 4.  Karena perbedaan kualitas pendidkan, kualitas guru, kualitas alat bantu ajar serta masalah sosial dan ekonomi siswa di Papua sangat jauh bedanya dengan siswa di Jakarta.

Kondisi yang demikian njomplang, mau diseragamkan dengan Ujian Nasional yang diselenggarakan hanya dalam 2-3 jam saja per mata pelajaran.  Kalau UN diselenggarakan dengan jujur, tanpa ada bocoran kunci jawaban yang beredar sebelum pelaksanaan UN, maka boleh jadi mayoritas murid2 tidak akan lulus UN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun