Lansia 80 tahun itu menjawab spontan, “Cucu saya belum cukup umur untuk nikah. Sama saya saja.”
Setelah melalui perundingan alot, akhirnya pemuda mengabulkan permintaan perempuan ubanan tersebut. Mereka resmi menjadi suami isteri.
Suatu malam, tiba-tiba tubuh pengantin perempuan gemetar kedinginan. Berlapis-lapis kain telah selimuti sang suami ke tubuh isterinya. Namun tiada tanda-tanda gigil akan reda.
Terakhir dia minta dibalut pakai tikar tradisional zaman old, yang dianyam dari daun pandan.
Setelah raga isterinya dia bungkus rapi, bukannya dikelonin supaya hangat. Tetapi si suami menggotongnya ke pinggir kali, lalu direndamnya dalam sungai. Kemudian dia pulang.
Besoknya, tubuh si nenek berubah menjadi ratusan bahkan ribuan ikan lele (limbat).
“Cobalah kau tengok insang limbat. Menyerupai insang nenek tua tak ada giginya.” Nenek menutup ceritanya.
Gara-gara cerita itulah saya tak suka makan ikan lele.
Dongeng ini dituturkan oleh orang-orang kampung saya secara turun temurun. Karena jarang pulang, saya tak tahu apakah sekarang cerita ini masih eksis di tengah masyarakat atau sudah tenggelam ditelan zaman. Wallahu alam bish shawab.
Demikian mitos unik di balik kelezatan dan gizi tinggi yang terdapat pada daging ikan lele.
***