Apakah dai bersuara lembut (kurang lantang),  ceramahnya tidak disukai publik? Tidak juga. Perhatikan Ustadz KH Abdullah Gymnastiar (AA Gym). Justru beliau tak perlu mekak-mekik dalam  berorasi. Aa Gym juga berhasil mencuri hati penggemarnya.Â
Maaf, bukan berarti saya menyepelekan keberadaan ustadz lain. Terutama peran  mereka dalam membina umat. Setiap pendakwah  memiliki kelebihan dan kekurangan.  Mereka punya langgam tersendiri dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada publik, yang  tak bisa ditiru-tiru.Â
Mereka juga punya tempat di hati pengagumnya masing-masing. Â Ini adalah sunatullah yang tidak bisa dibantah.
Katakanlah, masa sekarang UAS adalah dai idola banyak orang. Tetapi tidak sedikit pula yang kurang cocok dengan selera pemirsa. Ngomongnya terlalu cepat lah, terlalu ceplas-ceploslah, terlalu keraslah.Â
Selain itu, yang paling banyak dipersoalkan publik adalah kajian/pernyataannya yang cendrung kontroversial. Sehingga menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Kerena dikhawatirkan akan mencemari rasa kebhinikaan.
Tak heran saat akan berdakwah, UAS juga mendapat penolakan oleh sejumlah pihak. Hal serupa hampir tidak dialami oleh dai lainnya yang, maaf, mungkin  belum semasyhur Ustadz  Abdul  Somad.
Sebagai pembanding, saya ingin sedikit berbagi tentang karakter  dua pendakwah berikut ini. Â
Saya punya kenalan jebolan salah satu perguruan tinggi di Arab sana. Ilmu agamanya  tinggi. Ketika diminta berceramah, suaranya lembek, banyak jemaah yang mengantuk.
Sebaliknya sahabat yang lain lulusan Universitas Terbuka. Tetapi saat berpidato/berceramah, volume suaranya menggema seperti  orang berilmu tinggi. Sehingga dia berhasil mencuri perhatian audiensnya.Â
Kini dia menjadi salah satu penceramah yang terbilang masyhur di kabupaten kami. Padahal pengetahuan agamanya sekadar membaca buku, ditambah menuntut di taklim desa. Sementara Ustadz tempatnya berguru, buat mengisi mauludan/ israk musala desa  saja nyaris tidak dilirik.