Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gaya Ngopi Melayu Kopi Daun Tak Kalah Keren dengan Ngopi Masa Kini

17 Oktober 2019   05:30 Diperbarui: 18 Oktober 2019   06:04 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi yang merasa dirinya orang melayu atau orang Indonesia umumnya, pasti kenal dengan "Kopi Daun". Yakni, daun kawa (kopi) diolah menjadi serbuk, dijadikan minuman segar.

Masyarakat Kerinci meyebutnya "kawo sbuk kupi daun", atau "kawo daun". Jika dibahasaindonesiakan = kawa serbuk daun kopi, atau kopi daun. Mungkin masih ada istilah lain. Sebab Bahasa Kerinci punya kekhasan tersendiri. Beda desa, lain bahasa.

Daun kopi mulai dijemur pada terik matahari. Dokumentasi pribadi.
Daun kopi mulai dijemur pada terik matahari. Dokumentasi pribadi.
Mengapa Harus Minum Kopi Daun? 

Menurut cerita orang tua-tua, sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi. Tetapi, kaum penjajah hanya membolehkan pribumi minum daunnya. 

Sementara biji kopi mereka kirim ke negara Belanda. Maka terciptalah istilah, "Melayu Kupi Daun". Orang Belanda minum kopi, orang Melayu minum daunnya.

Versi lain menyebutkan, dahulu nenek moyang orang Melayu minum daun kawo, karena mereka belum mengenal teh. Namun, saya belum menemukan bukti sejarah yang mengukuhkan kedua pernyataan tersebut.

Warga Penikmat Kupi Daun, yang bernaung di bawah perkumpulan Penikmat Kupi Daun Pondok Indah, Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Danau Kerinci
Warga Penikmat Kupi Daun, yang bernaung di bawah perkumpulan Penikmat Kupi Daun Pondok Indah, Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Danau Kerinci
Terlepas dari itu, ada fakta mencengangkan di balik nikmatnya minuman kawo sbuk kupi daun. Pada tahun 2014, penelitian di Inggris menemukan bahwa minuman kopi daun lebih sehat ketimbang teh dan biji kopi. 

Sebab, daun kawa mengandung senyawa yang bermanfaat mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes seperti Antioksidan, (coffeeland.co.id). Tidak heran, minuman ini tetap eksis di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat Melayu Kerinci.

Di daerah saya, setidaknya ada 4 desa yang masih kental dengan tradisi minum kawo sbuk kupi daun.

Uniknya, warga setempat menikmatinya dengan cara tak biasa. Mereka bergabung dalam komunitas khusus. Anggotanya antara 20-40 orang. Bahkan bisa lebih. Usianya antara 4 puluh dan 7 puluhan.

Salah satu temat minum kopi daun, di desa Ambai, Kecamatan Sitinjau Laut. Tampak peserta yang hadir baru dua orang. Dokumentasi pribadi.
Salah satu temat minum kopi daun, di desa Ambai, Kecamatan Sitinjau Laut. Tampak peserta yang hadir baru dua orang. Dokumentasi pribadi.
Dalam satu desa terdapat beberapa paguyuban penikmat kopi daun. Anggotanya bapak-bapak. Meskipun emak-emak juga hadir, jumlahnya tidak seberapa.

Setiap pagi, para personelnya berkumpul di sebuah rumah yang menyediakan layanan minum kawo. Kegiatan dimulai pukul 07 sampai 08 pagi. Yang datang dan pergi tidak sekaligus.

Sebelum tamu hadir, tuan rumah terlebih dahulu menyiapkan peralatan yang diperlukan. Mulai wadah berisi air kopi daun, sampai cangkir kosong tempat minum. 

Uniknya, Kegiatan digelar di ruang dapur. Cangkirnya terbuat dari sayak tempurung kelapa. Sebelum dituangkan ke sayak, kopi daun terlebih dahulu diseduh pakai air panas mendidih, menggunakan wadah tabung bambu yang tingginya kira-kira 30 cm. Kemudian ditutup menggunakan ijuk enau.

Ketika minuman dituangkan ke sayak, yang keluar hanya air kawo berwarna kecoklatan. Ampasnya tersaring oleh ijuk.

Tuan rumah sedang menunggu kedatangan teman sehobinya. Di hadapannya telah tersedia beberapa buah sayak dan sebuah cerek berisi air kopi daun. Dari tiga komunitas yang saya kunjungi, hanya di sinilah yang masih menggunakan sayak sebagai cangkir minumnya. Dokumentasi pribadi.
Tuan rumah sedang menunggu kedatangan teman sehobinya. Di hadapannya telah tersedia beberapa buah sayak dan sebuah cerek berisi air kopi daun. Dari tiga komunitas yang saya kunjungi, hanya di sinilah yang masih menggunakan sayak sebagai cangkir minumnya. Dokumentasi pribadi.
Tadi pagi saya sempat menyambangi 3 grup penikmat minuman kopi daun di dua desa berbeda.

Rupanya, seiring perkembangan zaman, tampilan penyajiannya telah berubah. Dari sebelumnya menggunakan tabung bambu dan sayak, berganti dengan cerek biasa dan cangkir plastik. Gelar acaranya pun bergeser ke ruang tamu.

Ketika ditanya khasiat minum kopi daun ini apa. Salah satu anggota menjawab, "Nyandu, Bu. Sehari tak minum, kepala pusing tak karuan, ngantuk-ngantuk, badan terasa berat."

Supaya keasliannya tetap terjaga, minuman ini dikonsumi tanpa gula. Kalau mau yang manis enaknya pakai gula aren.

Sayak siap dituangi minuman kopi daun. Dokumentasi pribadi.
Sayak siap dituangi minuman kopi daun. Dokumentasi pribadi.
Perjamuan tersebut tidak hanya sekadar menyeruput kopi daun, sambil merokok dan ngobrol bersama. Setiap malam minggu ada agenda arisan.

"Nominalnya tidak seberapa, Bu. Yang penting kebersamaan dan ukhuwah Islamiah tetap terjalin," ujar Pak Abu Zar, salah seorang anggota komunitas yang mereka beri nama "Penikmat Kupi Daun Pondok Indah".

Dokumentasi pribadi.
Dokumentasi pribadi.
Saya salut pada tuan rumah. Dengan ikhlas mereka mendarmabaktikan jiwa-raganya untuk melayani tamu. Gratis benar-benar gratis. 

Mulai menyiapkan tempat, daun kopi sebagai bahan baku, mengolahnya hingga siap seduh, kayu bakar untuk pengeringan dan memasak air panas, cerek, cangkir, sampai ke penyajiannya dan siap minum. Belum lagi mencuci peralatan usai kegiatan.

Bukan setahun dua tahun. Ada yang turun temurun. Setelah nenek atau kakeknya meninggal, amal bakti tersebut diteruskan oleh anak cucunya.

Proses Pembuatan Kawo Sbuk Kupi Daun

Ada dua versi dalam pengolahan daun kopi sampai menjadi minuman segar. Pertama, daun kopi yang tua dikeringkan dengan cara didiang di atas para. Jarak para dan api tungku disesuaikan dengan kebutuhan (tingginya kurang lebih 150-200 cm).

Beberapa hari kemudian daun kopi itu kering. Selanjutnya didiang ulang di atas bara kayu bakar, dengan jarak api dan material kira-kira 30 cm. Setelah garing, diremas hingga mengasilkan bubuk halus seperti teh. Kawo daun siap diseduh.

Air panas standby di tungku. Tampak di atas para daun kopi yang sudah kering. Dokumentasi pribadi.
Air panas standby di tungku. Tampak di atas para daun kopi yang sudah kering. Dokumentasi pribadi.
Dalam mendiang ulang diperlukan kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan. Kalau kurang hati-hati, sekali sunu daun kopi bisa hangus menjadi abu.

Versi ke dua, sama seperti kiat ke-1. Bedanya, sebelum pendiangan terakhir, daun kopi dijemur pada terik matahari sampai kering.

Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Versi 1, Pengerjaannya relatif mudah. Setelah ditaruh di lantai para, sambil memasak dia kering sendiri. Tetapi masa pengeringannya agak lama.

Sedangkan versi 2, cukup dijemur satu hari dari pagi sampai sore. Daun kopi siap didiang sampai garing. Konon rasanya kurang gurih karena tak ada aroma asapnya. Gaweannya pun sedikit ribet. Kalau hujan mendadak turun, diangkat dan besoknya dijemur lagi.

Bagaimana, heboh bukan? Tertarik? Kutunggu kalian di Pinggir Danau Kerinci.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun