Anehnya, warga setempat seakan cuek. Mereka tiduran, berjualan, makan dan minum pun di atas tumpukan sampah. Barangkali individu-individu tersebut pedagang musiman dari luar kota Makkah, yang datang memanfaatkan momen suci ini untuk berjualan.
Herannya, tiada bekas tenda/kamp yang ditinggalkan penghuninya. Mungkin para pewaris limbah tersebut tamu Allah dari daerah sekitar. Atau jamaah ilegal asal negara lain, (fakta 2008).
Kondisi ini tidak membuat pemerintah Makkah gusar. Puluhan ribu ton benda kotor tersebut justru menjadi ladang amal. Sampah-sampah plastik dijual pada perusahaan yang menangani proses daur ulang. Uangnya digelontorkan lagi ke negara-negara dan pihak lain yang mambutuhkan. Info lengkapnya lihat di sini.Â
- Inggris
Di negeri Elizabeth ini, sampah tak bikin repot. Mulai dari pemukiman penduduk, sepanjang jalan, apalagi di tempat-tempat wisata, saya tak menemui sampah berserakan selain lembaran daun dan ranting kecil jatuh dari pohon. Apalagi yang menggunung di bak/area penampungan sementara seperti di kota saya.
Bayangkan berapa luasnya Sungai Thames. Seingat saya, tak selembar pun sampah plastik berapungan. Padahal di bibir sungai yang membelah kota London itu terdapat objek wisata London Eye.Â
Sebuah  roda raksasa setinggi 135 meter. Dan salah satu destinasi wisata terlaris. Ada juga Tower Bridge serta objek lainnya. Setiap hari kawasan ini dipadati pelancong dari seluruh penjuru dunia. Tanah dan airnya tetap bersih dan nyaman dilihat.
Kondisi ini tentu bukan semata karena tingkat sosial dan pendidikan masyarakatnya yang tinggi. Faktor yang paling menentukan adalah kehadiran dan kemampuan negara dalam mengelola sampah.
Petugas kebersihan dari City Council tak pernah alpa dengan rutinitasnya. Sekali seminggu (atau sesuai jadwal) limbah-limbah rumah tangga, pabrik, dan limbah lainnya diangkut menggunakan mobil kebersihan. Selanjutnya dibawa ke pabrik untuk didaur ulang. Sebagian produk akhirnya ada di sini. Gawean mereka dibuat mudah, bongkar muat serba otomatis.Â
- Malaysia