Simpang Balai, adalah kawasan  RT 04  Desa  Simpang Empat Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi. Dua belas kilometer dari kota Sungai Penuh arah ke kota Jambi, tak jauh  dari bibir Danau Kerinci bagian utara. Cuma 4 kilometer dari Bandara Depati Parbo.
Penduduknya tidak begitu padat. Hanya ada 50 unit rumah, berjejer di kiri kanan jalan raya mengikuti jalur  kurang lebih sepanjang 400 meter.  Dua puluh persennya ditinggal pergi pemiliknya bekerja di Malaysia.
Sebagian orang menilai, masyarakat Simpang Balai terkesan nafsi bi nafsi, alias cuek bebek. Sebab, kampung kecil ini terkenal sebagai sentranya "multietnis" Tanjung Tanah (desa induk sebelum pemekaran). Penduduknya terdiri dari putra daerah asli Tanjung Tanah dan para pendatang dari berbagai suku di Tanah air. Ada juga dari desa atau kecamatan lain dalam kabupaten Kerinci. Â
Jika ada salah satu warganya mengadakan hajatan, asalkan diberi tahu warga lainnya pasti berkontribusi. Semua bahu-membahu melakukan pekerjaan. Tidak peduli apakah dia seorang pegawai kantoran, bidan, dosen, guru dan masyarakat biasa. Demikian juga pemuda dan pemudinya.  Berapapun besarnya perhelatan, pasti  terlaksana dengan tuntas.
Punya Bahasa Tersendiri
Era sembilan puluhan, anak-anak Simpang Balai menggunakan  bahasa Minang dalam berkomunikasi harian. Sekarang, dialeknya campuran bahasa Minang, Melayu Malaysia,  dan Kerinci. Bahasa  Minang asli hampir lebur.
Tak Pernah Menikah Sesama Warga
Empat puluh tahun saya tinggal di Simpang Balai, belum pernah ada perjodohan antar sesamanya. Menurut sejarah, sebelumnya memang pernah  dua kali. Yang tiada  terjadi saling menggaet suami (berselingkuh).Â