Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Takut Kepepet? Tiru Pengalaman Ini!

27 September 2018   20:56 Diperbarui: 27 September 2018   21:58 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: psikologinews.blogspot.com

Kita sering bingung tatkala menghadapi suatu masalah, tidak menemui jalan untuk pemecahannya. Uniknya, dalam kondisi kepepet ada saja ide yang muncul. Asal kita mau menggunakan akal pikiran secara optimal. 

Sebagai ilustrasi, saya akan membagikan dua cerita jadul. Dua-duanya saya angkat dari kisah nyata.

Semasa saya kecil, saudara perempuan nenek saya bercerita. Saat beliau berumur 35 tahun, dirinya ditinggal pergi oleh anak lelakinya. Katanya merantau ke Jambi. Semenjak meninggalkan rumah, si anak tak pernah berkirim kabar. Maklum zaman itu. Pos belum ada, telepon jauh sakali. Entah berapa liter air matanya tumpah dikala teringat anak lelaki satu-satunya itu.

Tujuh tahun berpisah, rindu si emak mencapai klimaks. Dengan modal nekad dan perbekalan secukupnya, berangkatlah beliau ke kota Jambi. Padahal, negeri Jambi sangat luas. Tidak hanya Jambi kota. Adik-adik dan kaum kerabatnya tiada yang merestui.

"Kalian melarang saya, apa kalian tega melihat saya mati kering menahan rindu?" katanya.

"Jambi itu jauh dan luas, Uni. Enam ratus kilo lebih dari sini. Kami takut Uni nyasar. Uni tak tahu baca tulis. Alamat yang dicari tidak jelas," jawab si adik.

"Eh ... saya punya mulut untuk bertanya. Saya tidak minta uang kepada kalian."

Singkat cerita, sampai di kota Jambi, tanpa memperlihatkan secarik poto pun janda ditinggal mati suaminya itu bertanya kesana-kemari. Apa ada yang mengenal anak lelaki bernama Jalah. Namun, usahanya tiada indikasi menemui titik terang.

Tatkala melewati persimpangan di tengah kota, beliau membuat penanda dengan mencoret salah satu benda yang ada di sana menggunakan kapur tulis. Misalnya tiang telepon, dinding toko, batu, atau apa saja yang bisa dicoret untuk meninggalkan jejak. Tujuannya, kapan tersesat dia akan berbalik ke belakang dengan memperthatikan coretan yang ditinggalkan sebelumnya. Begitu juga ketika melewati gang-gang sempit. "Coretannya saya bikin besar dan banyak. Kalau cuman satu takutnya terhapus," kenangnya.

Sepuluh bulan kemudian si nenek kembali ke kampung halaman dengan tangan kosong.

Beliau tidak menceritakan berapa hari dirinya menghabiskan masa untuk melanglang buana tanpa tujuan pasti. Yang membuat air mata saya memeleleh sedih, saat beliau berkisah menjadi pembantu di rumah orang kota Jambi karena kehabisan biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun