Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gawai dan Tombol Magic (Cerita Mini)

10 Agustus 2018   23:04 Diperbarui: 11 Agustus 2018   07:48 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dah siap, Nek? Lapar, nih."  Tiba-tiba Kakek Sabar nongol dari beranda depan sambil memegang perut.

Lansia yang biasa disapa Nenek Rahmat itu mengadah ke jam dinding. "Lima menit lagi Kek ya! Dia kembali menatap layar televisi.

Meskipun sudah berumur, isteri Kakek Sabar ini rajin mengikuti perkembangan politik.  Tiga hari terakhir dia  mengharap presiden petahana Joko Widodo dan rivalnya Prabowo Subianto segera mendeklarasikan calon wakilnya masing-masing. Kini penasarannya terjawab. Makanya, dari tadi pagi, Nenek ubanan itu enggan beranjak dari depan televisi.

"Elleh ..., udah bau tanah kayak kita-kita buat apa ngurusin politik.  Beresi tuntutan perut dulu. Saya lapar nih." Sekali lagi Kakek Sabar menggosok-gosok perutnya.

"Ah, Kakek. Masih pagi, udah minum teh manis dan makan pisang goreng, masih juga bilang lapar," protes Nenek Rahmat. "Ntar. Nasinya belum matang. Pas jarum panjang pada angka delapan ya. Saat ini, paslon petahana sedang ditunggu di Gedong Joang 45. Kita nengok Pak Ma'ruf Amin pakek celana hitam kemeja putih ala Jokowi."

Kakek Sabar duduk di samping isterinya manghadap ke layar televisi. Host Arief Fadhil dan Indy Rahmawati live  di saluran tvone dari Gedong Joang 45. Puluhan orang berkumpul di lobi depannya. Mereka adalah para petinggi partai Koalisi Indonesia Kerja yang siap mendampingi Capres/cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin mendaftar ke KPU.

Sesekali nenek empat cucu itu memindai dan mencolek layar handphone-nya. "Berita politik paling banyak dikupas di Kompasiana, Kek. Setiap tiga atau empat menit, ada saja yang baru. Penulisnya hebat-hebat," ujar Nenek Rahmat.

Kakek Sabar bergeming. Perhatiannya seratus persen tercurah pada siaran televisi. Menunggu detik-detik kehadiran Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin.

"Tengok, Kek. Cucu kita. Selama menjadi pelukis terkenal di ibu kota, dia bertambah ganteng." Nenek penggemar dunia maya tersebut menyodorkan permukaan benda segi empat itu ke suami tercinta. Di wall facebooknya foto Rahmat cucu kesayangannya terpampang jelas.

Kakek Sabar berpaling ke layar HP isterinya. "Heeh ..." Kakek gendut itu tertawa kecil, "Rambutnya panjang, dikuncit pulak." Ketampanan sang cucu melupakan sejenak rasa laparnya.

Puas berselancar di facebook, Nenek Rahmat membuka akun Kompasiana. Maksudnya, selain membaca artikel politik sambil nonton televisi, dia juga ingin pamer  tulisan bloger Kompasiana.  "Ini lho, Kek, ...." Belum utuh kalimat Nenek Rahmat, "Pltak ...."  Listrik padam, televisi senyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun