Di sana bersandar beberapa kapal yang menurutnya Subur lumayan besar. Ada KM Sarinah, KM Singgalang, KM Teratai dan beberapa KM Lainnya. Hampir tak berkedip mata Subur memandangnya. Dia bangga dan puas. Animonya untuk melihat kapal telah terlampiaskan.
Sekira setengah jam kemudian, hujan turun tidak terlalu lebat. Subur dan kakek beruban tersebut numpang berteduh di sebuah warung makanan sekalian minum kopi. Lagi-lagi Subur disuguhi kue gratis. Ada kue bika, kue talam dan kalpon. Semuanya pemberian pemilik warung untuk sang peminta.
"Biasanya, hujan tipis-tipis begini teduhnya lama. Kecuali benar-benar lebat," ujar si kakek.
Subur tidak menanggapi ramalan rekan tuanya itu. Mata dan perhatiannya focus pada benda terapung yang ada di hadapannya saat itu. Dalam hati dia mengharap agar hujan turun lebih lama. Supaya kesempatannya melihat kapal dapat diperpajang.
Hari semakin sore. Tanpa terasa Ashar berlalu Maghrib pun menunggu. Hujan tak kunjung reda. Berhenti sejenak, kemudian turun lagi dengan tetesan yang lebih menggila, diselingi pula halilintar yang berkinyau-kinyau.
"Kita nginap di sini saja,"usul sang kakek. "Numpang tidur di pojok sana pun tidak apa-apa," tambahnya sembari menunjuk emperan gudang garam.
"Saya juga tak mau pulang. Belum puas," timpal Subur. "Mana tahu, orang kapal itu tergerak hatinya ngajak kita nginap bersama mereka. Saya ingin mencicipi bagaimana rasanya naik kapal."
Si kakek tertawa. "Nanti kau dibawanya ke Padang."
"Saya mau. Ayolah, Gaek. Bilang sama mereka."
Si pengemis berpikir sejenak. "Coba kau bikin ulah."
"Caranya?"