Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ini Syarat Nikah Adat Masyarakat Rimba di Pedalaman Jambi

24 Mei 2018   10:49 Diperbarui: 28 Mei 2018   12:31 6142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suku pedalaman. Wikimedia.org

Masa pertunangan jejaka dan perawan Orang Rimba relatif lama. Antara 8-9 tahun, bahkan ada yang mencapai 10 tahun. Alasannya, menunggu kesiapan orangtua laki-laki  memenuhi ketentuan adat perkawinan.  Di antaranya, mas kawin  140 lembar kain panjang atau sarung, selemak semanis, lauk pauk berupa daging binatang buruan seperti, biawak, babi, dan lain sebagainya.

Persiapan lain tak kalah pentingnya adalah, seekor ayam berugo  pikatan (ayam hutan untuk memikat ayam liar di hutan),  anjing yang tangkas berburu (lolos uji), pesap kecil alat penangkap ikan, jaring ikan kecil, seekor burung puyuh yang pandai berkelahi dengan sesamanya, dan beberapa  benda lain yang harus diserahkan kepada pihak calon isteri.

Pakaian Pengantin Adat Suku Kubu/Orang Rimba Bukit Dua Belas. (Hasil jepretan dari Museum Siginjei Jambi. Dokumen pribadi)
Pakaian Pengantin Adat Suku Kubu/Orang Rimba Bukit Dua Belas. (Hasil jepretan dari Museum Siginjei Jambi. Dokumen pribadi)
Alasan lain terkait masa pertunangan yang lama, dalam perkawinan Orang Rimba umumnya  usia pengantin wanita lebih tua daripada pengantin pria. (pria 11-14 tahun, wanita antara 17-21 tahun). Oleh sebab itu, calon suami harus dimatangkan terlebih dahulu, sampai mampu melakukan pekerjaan seperti lelaki dewasa. Sembari menyiapkan persyaratan menikah dan bekal untuk berumah tangga.

Ketentuan lain yang harus dipenuhi sebagai  bagian dari syarat sahnya perkawinan adalah uji ketangkasan.  Calon pengantin pria harus menunjukkan ketangkasannya meniti kayu licin (dikuliti). Dan,  mampu membangun sebuah balai (bangsal) sendirian dalam waktu setengah hari. Jika keduanya sudah terpenuhi,  pernikahan bisa dilaksanakan. Apabila gagal, upacara ditunda. Masih diberikan kesempatan untuk mengulang pada hari berikutnya.  Ritual ini  biasanya dilaksanakan dua hari sebelum akad nikah.

Sebagai infomasi tambahan, jika orangtua calon pengantin laki-laki merasa telah siap, pihaknya berahak mengusulkan agar pernikahan dipercepat.  Keluarga perempuan hanya menerima saja.

Upacara Pernikahan

Setelah semua permintaan dan persyaratan dinyatakan lengkap,  pihak calon pengantin laki-laki menyerahkannya  kepada orangtua perempuan. Jika masih ada yang  kurang, perkawinan ditunda bahkan bisa saja gagal.

Upacara dilaksanakan di tengah pemukiman penduduk. Tujuannya agar masyarakat mudah menghadiri. Sebelumnya, kaum kerabat bergotong royong membangun sebuah pondok seluas 4x4 m. Beratap rumbia bertiang kayu atau rotan. Lantainya kayu berdiameter 5 cm dengan ketinggian 60 cm dari permukaan tanah.

Di sanalah kedua mempelai duduk berhadap-hadapan. Sementara keluarga kedua belah pihak  duduk melingkarinya. Tumenggung (pejabat nikah) mengahadap pada ke dua pengantin, memberikan nasihat dalam mengarungi biduk rumah tangga. Kemudian memegang tangan kedua pengantin dengan membacakan mantra. "Seko si ... kembali  kepada seki  si  ... semalam iko si ... nikah sampai menyelaut betongkat tebu seruas, lah lengok nyawo yang jantan maupun betino.  Nak sedingin air nak sepanjang rotan." Setelah itu, tangan pengantin ditepuk tujuh kali. Lalu, kedua kening mereka diadu (bentur) tujuh kali pula. Dengan demikian kedua insan berlawanan jenis tersebut dinyatakan sah sebagai suami  isteri.

Malam berikutnya, diadakan selamatan di rumah orangtua pengantin perempuan dan di balai yang dibangun oleh pengantin pria saat uji ketangkasan. Dan berlanjut pada malam berikutnya sampai tujuh hari tujuh malam. Mulai pukul 20.00-24.00. Lima puluh persen biayanya ditanggung oleh pihak orangtua  laki-laki. Sisanya dari keluarga perempuan.

Tradisi Orang Rimba, setelah akad nikah, kedua pengantin pergi kehutan selama tujuh hari tujuh malam. Selama di hutan mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan  untuk dikonsumsi berdua. Tetapi  juga  berusaha memperoleh hewan buruan seperti babi, biawak, atau binatang apa pun. Selain sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang, hasil buruan tersebut sebagai tanda bahwa ke depannya  rezeki pengantin akan melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun