Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Tarhib Ramadhan] Ramadhan sebagai Madrasah Pengorbanan

10 Februari 2021   03:03 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:08 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ramadhan/Foto:pixabay.com

Diperjelas lagi pada ayat 185: "Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)..."

Ramadhan adalah pelatnas, kawah candradimuka, sekolah atau madrasah yang melatih kita berkorban untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar, kesuksesan dunia-akhirat. 

Pengorbanan sendiri terkait erat dengan ketaatan, tanggung jawab, rasa memiliki (sense of belonging) dan cinta kasih. 

Seseorang akan rela berkorban jika terdapat elemen-elemen tersebut yang melandasi tindakannya. Memang banyak pula faktor-faktor lain seperti mengharap popularitas, nama besar atau laba finansial. 

Misalnya, seorang petinju yang rela berkorban bertarung habis-habisan demi mengharap nama besar dan keuntungan materi jika berhasil menang. Tapi masih diragukan apakah bentuk pengorbanan tersebut suatu bentuk yang sejatinya tulus ikhlas. 

Yang jelas ada sense of belonging yang dimiliki petinju tersebut terhadap profesinya. Ia rela berjibaku mati-matian hingga babak-belur dan bercucur darah karena merasa itulah profesinya dan adalah tanggung jawabnya untuk bertarung habis-habisan di atas ring.

Dengan analogi tersebut barangkali kita dapat memahami makna ayat 111 dari Surah At-Taubah di atas yakni "transaksi antara Allah dan orang Mukmin" sebagai sebuah kata kunci mengapa kita harus berkorban demi agama yang kita yakini. Masalah pengorbanan dalam konteks tersebut bukan masalah mau atau tidak mau namun pertanda bukti keimanan dan suatu kemutlakan eksistensi seorang Muslim.

"Seorang Muslim dapat didefinisikan dengan kepatuhan kepada Tauhid, dengan pengakuannya akan keesaan dan transendensi Allah sebagai prinsip tertinggi dari seluruh ciptaan, semua wujud dan kehidupan dari seluruh agama," tulis Ismail Razi Al-Faruqi, seorang cendekiawan Muslim internasional, dalam bukunya yang berjudul Tauhid. 

"Mematuhi Tuhan yakni merealisasikan perintah-perintah-Nya, dan mengaktualisasikan pola-Nya berarti memperoleh falah atau keberhasilan. Tidak berbuat demikian yakni tidak mematuhi-Nya berarti mengundang hukuman, penderitaan, dan kesengsaraan akibat kegagalan. Setiap pembacaan surah-surah Al Qur'an yang diwahyukan di Mekah akan mengukuhkan pengalaman tentang hubungan antara Tuhan dan manusia yang bersifat perjanjian timbal balik. Ia juga merupakan pemahaman dari semua nabi sebelumnya beserta para pengikut mereka. Jiwa perjanjian yang sama menjadi landasan agama dan moral bagi bangsa-bangsa kuno. Ini jelas terlihat dari Enuma Elish dari Mesopotamia dengan kode hukum Lippit Ihtar dan Hammurabi," demikian uraian sang guru besar universitas di Amerika Serikat yang syahid dibunuh Mossad (dinas rahasia Israel) di era 1980-an karena aktif menyerukan perjuangan kemerdekaan Palestina di dunia internasional.

Inti pengorbanan adalah komitmen terhadap Tauhid, mengesakan Allah sebagai satu-satunya Rabb (zat dominan, sembahan, causa prima atau pengatur). 

Nabi Ibrahim Alaihissalam mengajarkan kepada kita makna tauhid yang sebenarnya dengan sebaris doanya yang diabadikan dalam Al-Qur'an:"Sesungguhnya sholatku, pengorbananku, hidup dan matiku kepunyaaan Allah rabbul 'alamin. Tidak ada syarikat bagi-Nya dan aku diperintah untuk itu, serta aku termasuk orang yang pertama berserah diri." (Surah Al An'am, 6:162-163).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun