Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Secuplik Cerita Penyintas Banjir Jakarta

12 Januari 2021   23:32 Diperbarui: 7 Desember 2021   06:08 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Ciliwung di sekitar Jalan Raya Kalibata meluap dan menyebabkan banjir yang merendam rumah warga di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019). Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat ada 17 titik di DKI Jakarta terendam banjir pada Jumat (26/4/2019) pagi akibat luapan Sungai Ciliwung (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Tidak seruwet saat ini dengan pelbagai kewenangan antarkepala daerah yang terkadang tumpang tindih, termasuk juga overlapping dengan badan pemerintahan di bawah pemerintah pusat, seperti halnya pengaturan otoritas penanganan Kali Ciliwung dan anak sungainya yang tidak seluruhnya di bawah kendali kepala daerah.

Dalam konsep Sutiyoso yang juga mantan Pangdam Jaya tersebut, yang tentunya berdasarkan kajian tim ahlinya, Megapolitan adalah konsep kesatuan ruang Jabodetabek ditambah Puncak dan Cianjur (Jawa Barat) di bawah koordinasi seorang menteri khusus yang membawahi para gubernur dan wali kota atau bupati di kawasan yang terkait.

Saat itu Gubernur Sutiyoso mengambil contoh ibu kota Inggris yakni London dan kawasan sekitarnya, termasuk juga Sungai Thames, yang juga berada di bawah koordinasi menteri khusus selain wali kota London sebagai pemimpin wilayah.

Alhasil, dengan adanya keterpaduan koordinasi tersebut, integrasi pembangunan dan gerak langkah Megapolitan akan lebih mandiri, cepat dan terkoordinasi. Contohnya, perluasan jalur bus Trans-Jakarta atau Busway hingga wilayah Jabodetabek-Puncur dan juga penanganan banjir Jakarta.

Namun tampaknya tiada gayung bersambut dan konsep Megapolitan pun lambat laun meredup dari diskursus publik. Konon kabarnya karena Sutiyoso dianggap kelewat ambisius untuk menjadi menteri khusus otorita Megapolitan tersebut sehingga banyak ditentang kalangan politisi di masa itu.

Belakangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri pada 2011 melontarkan wacana yang serupa dengan konsep Megapolitan yang dikemas dalam visi The Greater Jakarta (Jakarta Raya).

Perbedaannya, wilayah cakupan penyangga DKI Jakarta dalam konsep The Greater Jakarta diperluas hingga Sukabumi, Purwakarta, dan Cirebon. Juga, tidak ada posisi menteri khusus atau menteri otorita Jabodetabek yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan wilayah DKI Jakarta dan berbagai kota satelit serta kawasan penyangganya.

Setelah ramai sejenak, konsep itu juga menghilang ditelan riuh rendah pro-kontra di ruang publik.

Apa yang harus dilakukan saat banjir melanda?

Yang pertama sekali, jangan panik. Kepanikan dan kecemasan, secara psikologis, akan memperlambat kerja otak. 

Alhasil, banyak orang yang mendadak bego atau speechless, terduduk lemas saat terpukul melihat arus banjir datang. Itulah yang saya amati dan alami saat banjir 1996 dan 2007. Yang tidak kuat mental, seperti beberapa tetangga saya, biasanya mengalami gangguan jiwa, ringan atau berat. Di sinilah faktor ketenangan dan keikhlasan berperan besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun