Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tiga Jurus Menulis dari Para Maestro

12 November 2020   21:10 Diperbarui: 15 November 2020   16:30 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membuat tulisan | Photo by Patrick Fore on Unsplash

Mochtar Lubis, sastrawan Indonesia angkatan 1950, dalam bukunya berjudul Teknik Mengarang (1950), yang kemudian diterbitkan ulang dengan judul Sastra dan Tekniknya pada kurun 90-an, memperjelas maksud perkataan Powys tersebut dengan mengungkapkan bahwa gaya pengarang tergantung sebagian besar dari watak pengarang itu sendiri.

Ia haruslah menumbuhkan gaya mengarang sendiri, yang sesuai dengan watak, emosi dan dengan pertimbangan serta apresiasi bahasanya sendiri.

Buku Teknik Mengarang karya Mochtar Lubis/Foto: gramho.com
Buku Teknik Mengarang karya Mochtar Lubis/Foto: gramho.com
John Gardner, novelis dan kritikus sastra Amerika Serikat, dalam The Art of Fiction (1983) mengatakan,"Kebanyakan orang yang saya ketahui ingin menjadi pengarang, dengan mengetahui apa artinya hal itu, akhirnya menjadi pengarang.

Hal yang perlu dimiliki oleh para pengarang pemula adalah memahami dengan jelas apa yang sebenarnya mereka inginkan dan apa yang harus mereka lakukan untuk bisa menjadi orang yang mereka inginkan itu."

Hal itu juga yang mendasari sang penyair "Burung Merak" W.S. Rendra mengucapkan perkataan yang legendaris dalam acara penganugerahan Hadiah Seni dari Akademi Jakarta pada 22 Agustus 1975, "Dalam ilmu silat tidak ada juara nomor dua, di dalam ilmu surat tidak ada juara nomor satu."

Karena menulis merupakan bentuk ekspresi diri, yang menurut Abraham Maslow, merupakan bentuk keparipurnaan psikologi seorang individu. Dengan demikian, sifatnya sangat personal, dan sejatinya bukanlah hal yang (mutlak) kompetitif.

Sebagaimana dituliskan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Jejak Langkah yang merupakan bagian dari Tetralogi Pulau Buru bahwa sesederhana apa pun cerita yang dibuat, ia mewakili pribadi individu atau bahkan bangsanya.

Alhasil, menyitir pesan William Faulkner, seorang sastrawan Amerika Serikat peraih Nobel Sastra pada 1949, "Jangan sibuk berusaha menjadi lebih baik daripada para pengarang yang terdahulu, tetapi cobalah menjadi lebih baik daripada dirimu sendiri."

Dalam hal ini, ruh atau jiwa (soul) sebuah tulisan adalah hasil internalisasi visi, emosi, dedikasi, pengalaman, logika, wawasan, elan vital (semangat) kontemplasi dan keterampilan teknis seorang penulis.

Porsi keterampilan teknis di sini barangkali hanya sekian persen. Karena unsur-unsur lain yang lebih condong mengetuk perasaan atau kalbu justru bisa jadi lebih dominan.

Selain juga terdapat syarat-syarat ketertarikan pembaca pada sebuah tulisan, yakni antara lain novelty (kebaruan, misalnya tema yang baru dan berbeda dari arus utama atau mainstream), similarity (kemiripan dengan keseharian hidup mayoritas pembaca) dan visionary (memiliki pandangan jauh ke depan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun