Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Temukan Pekerjaan yang ketika Kamu Melakukannya Terasa Enjoy

10 Februari 2020   19:52 Diperbarui: 14 Februari 2020   12:02 2657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mark Twain, sang penulis legendaris dari Amerika Serikat, pernah berpesan, "Find a job you enjoy doing and you will never have to work a day in your life." Temukan pekerjaan yang engkau nikmati melakukannya dan engkau takkan pernah harus bekerja sehari pun seumur hidupmu.

Demikian terjemahan pesan sang penulis serial novel Adventures of Tom Sawyer dan Adventures of Huckleberry Finn yang pernah menjadi buruh tambang dan kemudian beralih menjadi pengusaha dan investor tersebut. 

Tentu saja maksudnya adalah saking menikmatinya pekerjaan, maka kita tak akan pernah merasa bersusah payah bekerja, yang ada hanya perasaan senang atau bahagia seperti ketika kita bermain-main atau melakukan hobi yang disukai.

Passion (renjana) atau hasrat kuat atas apa pun pekerjaan yang dikerjakan, itulah inti pesan Mark Twain yang bernama asli Samuel Langhore Clemens (1835-1910) tersebut.

Hasrat kuat dalam bekerja akan mendorong melahirkan hasil atau karya terbaik dalam apa pun jenis pekerjaan kita. Inilah spirit yang takkan tergantikan oleh robot pekerja atau Artificial Intelligence (AI), kecerdasan buatan, yang disinyalir akan menggantikan sebagian eselon Aparatur Sipil Negara (ASN) di negeri ini.

"One machine can do the work of fifty ordinary men. No machine can do the work of one extraordinary man," demikian menurut Elbert Hubbard. Sebuah mesin dapat melakukan pekerjaan lima puluh orang biasa atau medioker. Tapi tidak ada mesin yang dapat mengerjakan pekerjaan seseorang yang luar biasa.

Alhasil, jadilah extraordinary (luar biasa) agar peran Anda takkan tergantikan. Jangan jadi kaum medioker atau semenjana, yang hasil kerja atau karyanya biasa-biasa saja atau rapuh semangat juangnya. Jangankan tergusur dari posisi saat ini, jabatan impian atau idaman apa pun akan berada dalam rengkuhan Anda jika dahsyatnya spirit berbasis passion sudah memproduksi manusia yang berkaliber luar biasa!

"Position yourself well-enough, and circumstances will do the rest," imbuh Mason Cooley. Posisikan dirimu dengan cukup baik, dan lingkungan akan mengerjakan selebihnya.

Tugas kita hanya bekerja sebaik-baiknya, memaksimalkan potensi sehebat-hebatnya dengan hasrat yang menggelora, maka, Insya Allah, berlakulah ungkapan populer yang belakangan banyak dikutip orang yakni "hasil tak pernah mengkhianati usaha".

Namun, bagaimana menumbuhkan passion atau renjana yang membara tersebut?

Abraham Maslow, dalam teori masyhurnya Hierarchy of Needs atau Hierarki Kebutuhan, punya jawabannya.

Menurut sang psikolog berkebangsaan Amerika Serikat ini, yang semasa kecilnya adalah korban perisakan atau perundungan (bullying) oleh teman-teman sekolahnya, tiap manusia memiliki hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai tahapan keadaan atau kondisinya masing-masing.

Pertama, yang merupakan kebutuhan awal atau mendasar, kebutuhan fisiologis (physiological needs), seperti sandang dan pangan. Inilah kebutuhan esensial umat manusia.

Kedua, kebutuhan atas rasa aman (safety/security needs). Ketiga, kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang (social needs).

Dan keempat, kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), dan yang kelima adalah kebutuhan atas aktualisasi diri (self-actualization needs). Inilah lima jenjang hierarki kebutuhan manusia.

Sebetulnya, jelang akhir hayatnya, Maslow sudah memperbarui teorinya dan menambahkan hierarki terakhir, yakni tahapan altruisme (altruism), tapi, entah mengapa, yang lebih populer adalah lima hierarki sebelumnya.

Maslow sendiri mendefinisikan altruisme sebagai tingkatan di mana "One finds the fullest realization in giving transcendence onto oneself to something beyond oneself".

Altruisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain (anti-tesis dari egoisme) atau dorongan berbuat yang terbaik bagi orang lain. Dan, altruisme yang, menurut Maslow, dibingkai dengan semangat transendental (bersifat kerohanian) adalah puncak pemenuhan hierarki kebutuhan tertinggi manusia.

Sederhananya, sebagai contoh, dalam Islam, ada perintah dalam ayat Al-Qur'an untuk bekerja secara ihsan (profesional) karena "Allah akan melihat hasil kerjamu", dan juga anjuran bekerja untuk dunia dengan sebaik-baiknya seakan kita akan hidup selamanya dan beribadah sebaik-baiknya seakan kita akan mati esok hari. 

Sementara dalam ajaran Konghucu yang berbasis Konfusianisme, misalnya, ada petuah untuk bekerja keras dan menjadi kaya karena kedudukan orang di akhiratnya kelak tergantung tingkat kemakmuran atau kekayaannya. 

Demikian juga dalam konteks agama atau kepercayaan lain, mungkin ada dogma atau ajaran yang serupa. Apa pun varian bentuknya, itulah spirit transendental dan spiritual yang mendorong misi suci pekerjaan kita, yang akan menjadikan kita bekerja profesional dan bersemangat namun tetap dalam koridor upaya pencarian karunia Tuhan yang halal dan berkah, tanpa tipu-tipu, mencuri atau korupsi.

Nah, pada akhirnya, passion untuk berkarya yang terbaik, yang salah satu buahnya adalah menggapai jabatan idaman, akan tumbuh jika kita menyadari di tahapan hierarki yang mana kita berada, dan tahu cara menyiasati atau memperjuangkan pemenuhan tingkat kebutuhan tersebut serta tegar dengan segala daya upaya di jalan perjuangan tersebut. 

Karena, dalam konteks pekerjaan profesional, "a man is not paid for having head and hands, but for using them", masih menurut Elbert Hubbard. Seseorang itu tidaklah dibayar karena punya kepala dan tangan, tetapi karena kemampuannya mendayagunakan dan mengoptimalkan fungsi tangan atau anggota tubuh serta isi kepalanya yang telah dikaruniai Tuhan demi tujuan kesejahteraan pribadi dan kemaslahatan bersama.

Konsekuensi lain dari menyalanya passion atau renjana dalam jiwa tersebut adalah tumbuhnya jiwa kepemimpinan mandiri (self-leadership) dalam diri kita.

Seseorang yang memiliki jiwa self-leadership, terlepas dari apa pun jabatan formalnya di kantor atau dalam bisnis, tidak bisa menjadi individu yang hanya menunggu solusi muncul; ia menjadi pencari solusi alih-alih pembuat masalah.

Menurut Eileen Rachman, konsultan karier terkemuka (Kompas, Sabtu, 11 Januari 2020), sang pencari solusi akan membangun beberapa kebiasaan, yakni, pertama, peka terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Kita perlu mampu menganalisis latar belakang masalah, penyebab suatu gejala, akibat, dan dampaknya. 

Kedua, selalu awas dengan keberadaan sumber daya yang ada di sekitar kita. Pahami kekuatan setiap sumber daya yang ada dan apa yang bisa dimanfaatkan darinya. 

Ketiga, kita perlu mengerti peran-peran yang bisa dimainkan oleh setiap anggota tim kita atau orang-orang di sekitar, sehingga kita bisa menggerakkan mereka secara efektif. 

Dan, terakhir, kita juga perlu awas terhadap adanya halangan, tantangan, bahkan serangan "musuh" atau kompetitor. Berpikir dari hulu ke hilir, tidak sekadar mengidentifikasi hambatan atau tantangan, tetapi juga kapan suatu hambatan bisa muncul.

Bila sudah terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan di atas, dalam keadaan genting, kita tidak perlu lagi berlama-lama menganalisis seluruh unsur masalah dari nol. Kita sudah siap menyusun barisan untuk merancang rangkaian tindakan. Kita akan datang dengan solusi, karena kitalah sang pencari solusi.

Jika kita sudah hadir sebagai sang pencari solusi demi kemaslahatan bersama, yang berawal dari passion atas apa pun pekerjaan kita yang kemudian menumbuhkan jiwa self-leadership dan altruisme dalam diri.

Maka, dengan izin dan kuasa Tuhan yang merupakan cerminan keyakinan transendental dan spiritual kita, jabatan idaman hanyalah sebagian kecil dari potensi kesuksesan yang akan dapat kita raih dalam karier dan hidup kita.

Do your best, and God will do the rest.

Kramat Babakan, 9-10 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun