Mohon tunggu...
Nur Safira Yuni Hana
Nur Safira Yuni Hana Mohon Tunggu... Auditor - UIN Walisongo Semarang

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bullying di Kalangan Remaja

22 Oktober 2019   15:02 Diperbarui: 22 Oktober 2019   15:22 3490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bullying kata-kata yang sudah tidak asing di telinga kita dan nampaknya hampir semua orang tahu tentang bullying, namun seringkali justru membiarkanya terjadi begitu saja. 

Bullying seringkali terjadi di lingkungan institusi pendidikan seperti di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap orang-orang atau kelompok lain yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara menyakiti secara fisik maupun mental (Prasetyo, 2011). Bullying yang sering terjadi adalah saat penerimaan siswa baru (MOS) dimana kakak tingkat sebagai panitia melakukan kekerasan kepada para siswa baru.


 Istilah bullying menurut American Psychology Association pada tahun 2013 adalah "a form of aggressive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or more subtle actions." Yang berarti bullying merupakan bentuk perilaku yang agresif atau termasuk perilaku agresi karena dilakukan secara berulang kali sehingga membuat orang lain merasakan ketidaknyamanan. Bentuk bullying termasuk kontak fisik, kata-kata atau tindakan yang lebih halus.


Kebayakan bullying dilakukan oleh siswa atau mahasiswa kerena meraka sedang menginjak masa remaja atau masa goncangan, dimana pada fase tersebut perkembangan emosi sedang melonjak, labil, dan masih mencari jati dirinya. Karena fase remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa dan mereka masih berpikiran labil. Masa transisi ini usianya berkisaran dari 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-21 tahun.


Perilaku bullying yang sering terjadi dikalang remaja antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying rasional, dan bullying elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengitimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarto, 2013).

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan bullying yaitu: faktor individu (biologi dan temperamen), faktor keluarga, teman sebaya, sekolah dan media. Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor individu, sosial, resiko lingkungan, perlindungan berinteraksi dalam menentukan etiologi tindakan bullying (Verlinden, Hersen dan Thomas 2000. P.5.). Anak sebagai korban bullying akan mengalami gangguan psikologis dan fisik, lebih sering mengalami kesepian, dan mengalami kesulitan dalam mendapatkan  teman, sedangkan anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki nilai yang rendah (Dwipayanti & Komang, 2014). 

Menurut penelitian Duke University yang diterbitkan 12 Mei 2014 dalam Proceedings of the National Academy of Sciences dampak bullying di masa kanak-kanak dapat berbekas seumur hidup, baik bagi korban maupun pelaku bullying itu sendiri, begitu pula pada kaum dewasa muda yang menunjukkan dampak jangka panjang akibat tindakan bullying.


Pada tahap perkembangan individu dalam teori psikososial Erikson terdapat delapan tahap dimana masing-masing tahapan memiliki permasalahan sendiri. Tahapan yang sangat berkaitan dengan konteks permasalahan yang marak saat ini ialah masa remaja sekitar periode pubertas sampai 20 lebih. Dalam tahap ini individu mulai dihadapkan dengan krisis mengenai identitas diri. Peran orang tua sangant penting dalam tahapan ini kareana melalui orang tua seharusnya individu belajar berperan dalam hidupnya. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka individu dapat mengalami kebingungan identitas. (Santrock, 2007).


Tahap perkembangan remaja dimana remaja yang berhasil untuk mengatasi krisisnya maka akan dapat membentuk dirinya dan diterima oleh masyarakat. Namun apabila individu tidak dapat mengatasi konflik dan krisis identitas maka akan terjatuh dalam kondisi kebingungan peran atau identitas yang disebut role confusion. Individu tidak dapat mengatasi konfliknya sehingga bila individu tersebut adalah korban bullying, terdapat kemungkinan bahwa individu akan mengisolasi dirinya dari lingkungan. Sedangkan untuk pelaku bullying, individu melakukan kejahatan melalui media internet besar kemungkinan karena pengaruh dari teman sebaya sehingga kehilangan identias dalam kerumunan orang-orang tersebut.

Sedangkan, dilihat dari segi gender, hasil suatu penelitian menunjukkan anak laki-laki sangat dominan untuk menjadi pelaku bullying di sekolah daripada perempuan. 74% menjadi pelaku bullying, sedangkan 56% anak perempuan menjadi korban bullying, lebih besar daripada persentase anak perempuan sebagai pelaku bullying (Pratama, Krisnatuti, & Hastuti, 2014).
Dalam teori perbedaan gender, tingkat agresifitas lebih banyak dilakukan oleh pria dibanding wanita. Hal ini dikarenakan hormon seks pria yaitu testosteron lebih tinggi fan mempengaruhi perilaku agresif. (Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian, 2012).

Survei yang dilakukan pada lebih dari 2200 anak dan remaja usia 8 -- 18 tahun, mereka menghabiskan 6,5 jam sehari pada media, 2,25 jam untuk orang tua dan 50 menit untuk mengerjakan pekerjaan rumah (Santrock, 2012). Hal ini membuktikan bahwa intensitas penggunaan media yang tinggi akan sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka. Berdasarkan teori belajar sosial dari Albert Bandura bahwa perilaku agresi dapat terjadi akibat dari meniru dan mencontoh perilaku orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, maka media termasuk salah satu penyebab bagi terjadinya perilaku bullying.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun