Mohon tunggu...
Nur Putri Koto
Nur Putri Koto Mohon Tunggu... Freelancer - Thank God, Alhamdulillah

saya mantan mahasiswi PTS di Yogyakarta. Saya suka menulis, namun itu bukan suatu hobi untuk saya.Hobi saya menggambar dan bernyanyi. Hmmm... tapi sepertinya menulis akan menjadi salah satu hobi saya selanjutnya .....\r\n\r\nsalam,\r\nNur Putri Koto\r\n:)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apotek Mandiri VS Apotek Waralaba

28 April 2012   16:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:00 8469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak dapat di ingkari lagi, apotek telah menjadi sebuah tempat yang sangat biasa kita jumpai di berbagai tempat. Dan apotek itu sendiri sudah menjadi suatu kebutuhan kita ketika kita memerlukan berbagai macam obat dan keperluan kesehatan lainnya. Bahkan banyak beberapa apotek yang telah menyediakan layanan Praktek Dokter, yang secara tidak langsung telah memudahkan kita ketika  memerlukan seorang dokter untuk memeriksa kesehatan kita.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan MenKes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada  masyarakat. Menurut orang awam, apotek biasa mereka katakan sebagai “Toko Obat” tempat membeli berbagai macam obat yang mereka butuhkan.

Pada suatu ketika, saya sempat berjalan-jalan dengan teman saya untuk sekedar melihat-lihat beberapa apotek yang ada di daerah sekitar rumah teman saya, di Jogja selatan. Ternyata, sesuatu yang bernama”apotek” tersebut sangat banyak dan mudah di jumpai di berbagai tempat, bentuk fisiknya pun sangat berfariasi, bahkan jarak antara satu apotek dengan apotek lainnya sangat berdekatan.

Saya sempat melihat beberapa apotek yang membuat saya sedikit “mengamati” bentuk fisik dari apotek tersebut, dan mungkin tidak sekali di satu tempat yang sama saya melihat apotek bernama dan berbody seperti itu. Ya, salah satu Apotek Franchise atau disebut juga dengan waralaba lah yang saya amati. Sesuai rancangan peraturan pemerintah tentang waralaba,

Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba. Arti yang sederhana jika di hubungkan dengan apotek adalah jika kita ingin memiliki suatu apotek waralaba, maka kita harus mempunyai modal yang telah di tetapkan oleh si Pemilik Waralaba apotek, yang selanjutnya akan digunakan untuk membeli apotek tersebut dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Memang, apotek waralaba sangat simpel sekali untuk kita kelola, hanya dengan adanya modal yang cukup untuk membeli apotek tersebut, maka kita telah bisa mendapatkan “seperangkat” apotek beserta isinya. Bentuk apoteknya pun sangat menarik. Kita contohkan saja salah satu apotek waralaba yang “lahir” di Yogyakarta. Bentuk apoteknya sangat menarik, warna dan desain fisiknya mudah sekali di ingat. Ruangannya ber AC, disediakan dispenser yang berisi air mineral untuk para pembeli yang mungkin haus, ruangannya tertutup dan bersih, obat-obatan dan barang yang di jual cukup lengkap, dan pelayannanya cukup memuaskan. Bahkan buka 24 jam dan disediakan praktik dokter dengan waktu tertentu. Sungguh hal tersebut sudah menjadi sesuatu hal yang sangat memuaskan untuk sebuah apotek.

Namun, ada beberapa hal yang menurut saya adalah suatu kendala untuk membuka apotek waralaba tersebut. Pertama, adalah dana, dana yang dibutuhkan untuk “membeli” apotek tersebut tidaklah sedikit, menurut situs yang saya baca, dibutuhkan kurang lebih 600 juta rupiah untuk membeli salah satu apotek waralaba yang berpusat di Yogyakarta itu. Wow, uang yang seharusnya telah dapat untuk membuka 3-4 apotek , ini digunakan untuk membuka 1 apotek saja. Kedua adalah orang-orang yang sangat independen dan superkreatif, yaitu sulit tunduk pada sistem yang sudah dibuat oleh pewaralaba. Yang ketiga adalah orang-orang yang tidak rela bila setiap bulan harus membayar royalti kepada pewaralaba. Memasuki tahun kedua biasanya bisnis ini mulai berjalan lancar dengan konsultasi yang sangat minim. Ini adalah periode ujian kesetiaan terwaralaba kepada jasa pewaralaba yang telah membimbing untuk memulai bisnis dengan baik.  Selain itu, ada hal yang menarik ketika saya membaca situs tersebut, yakni pemilik salah satu apotek waralaba yang berpusat di Yogyakarta itu adalah seorang dokter, bukanlah seorang apoteker. "MENARIK" bagi saya :)

Ada hal yang sempat membuat saya tersenyum. Di sepanjang jalan, saya sempat berhenti di pinggir jalan untuk membeli minuman. Namun, saya baru menyadari bahwa di sebelah saya membeli minuman itu adalah sebuah apotek. Kenapa saya tidak menyadarinya? Karena hal pertama yang saya lihat dari bangunan di sebelah itu adalah toko mainan dan kebutuhan sehari hari. Ternyata, ada apotek yang berdiri di samping toko mainan itu, dan apotek tersebut juga satu ruangan dengan toko mainan  yang ada di sebelahnya. Saya sudah bisa menebak bahwa apotek tersebut merupakan apotek rakyat atau disebut juga dengan apotek mandiri, bukan merupakan apotek waralaba. Bentuk fisiknya sangatlah sederhana, menggunakan etalase dan tidak telalu besar, bahkan besar toko  mainan di sebelahnya dibandingkan apoteknya. Namun, mungkin dengan hal itu lah apotek tersebut dapat diingat dengan baik oleh para konsumen, saya pun jadi sangat ingat dan ingin mencoba untuk membeli obat disana. Bisa juga, toko mainan itu merupakan fasilitas dari apotek disebelahnya itu.

Selain apotek tadi, ada juga beberapa apotek yang menurut saya mempunyai promosi yang menarik. Bukan dengan penjualan”nama”seperti apotek-apotek waralaba lainnya, namun dengan penempelan banyaknya stiker-stiker obat di sepanjang dinding apotek, atau dengan pamphlet-pamplhet berisi iklan obat yang menandakan bahwa disitu terdapat sebuah toko untuk menjual berbagai macam obat. Tidak kalah dengan apotek waralaba, apotek mandiri pun telah banyak yang membuka praktik dokter. Bahkan, saya pernah menjumpai salah satu apotek mandiri di jalan kaliurang yang menyediakan jasa khitan laser dan menjual juga berbagai macam alat-alat medis.

Memang tidak se-perfect apotek-apotek waralaba yang sangat di kenal dengan fasilitas-fasilitas nyaman yang diberikannya, namun menurut saya, apotek-apotek mandiri masih sangat bisa untuk bersaing dengan apotek waralaba yang tersebar banyak di Indonesia. Saya pernah menjumpai salah satu apotek waralaba yang berdekatan dengan apotek mandiri, dan konsumen pada apotek mandiri, lebih banyak dibandingkan di apotek waralaba. Namun, memang perlu banyak perubahan yang harus dilakukan oleh beberapa apotek mandiri, dari segi kenyamanan tempat, kebersihan apotek, kelengkapan  obat, promosi dan hal-hal yang lain

semoga bermanfaat salam, Nur Putri Koto :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun