Mohon tunggu...
Nurohmat
Nurohmat Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Pecinta Literasi dan Pendaki Hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Ketetapan Senang dan Susah

29 Januari 2021   07:04 Diperbarui: 29 Januari 2021   07:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Memaknai Ketetapan Senang & Susah
Oleh : Nurohmat

Hari Jum'at seminggu yang lalu, sesuai jadwal yang sudah ditentukan saya mengisi khutbah Jum'at di salah satu Masjid milik ormas Islam tertentu. Tema yang diusung adalah tentang 'musibah'. Dalam perspektif beberapa ahli tafsir seperti Quraisy Shihab dan Sayyid Quthb kata musibah tidak hanya semata-mata bermakna 'negatif' (baca: kesusahan)  bila dilihat dari salah satu akar katanya yakni, ashoba (menimpa, memperoleh) melainkan bisa juga bermakna 'positif' (baca: kesenangan). Sebagaimana kata ashoba  digunakan dalam firman Allah SWT surat An-Nisa ayat 79.

Namun, pemahaman akan ketetapan senang dan susah yang menimpa individu, komunitas, atau bangsa bila tidak hati-hati memaknainya dapat menjebak kita pada aliran teologi tertentu. Tapi, dalam hal ini saya tidak punya kapasitas untuk membahasnya. Karena saya tidak memiliki kapasitas keilmuan pada bidang teologi atau ilmu kalam.

Sejatinya saya hanya berikhtiar mencari pemaknaan yang tepat ketika dihadapkan pada situasi yang 'menyusahkan' atau 'menyenangkan'. Dalam perspektif filsafat stoisisme, hal ini sudah menjadi pembahasan tentang bagaimana menyikapi keadaan yang menyusahkan di luar kendali kita. Alternatif solusi yang ditawarkan adalah woles aja, tidak perlu merasa tertekan apalagi harus menyalahkan atau menuduh sana-sini.
Fokus saja pada apa yang bisa kita upayakan dalam rangka mencari dan mempraktikkan alternatif solusi yang kita bisa. Selebihnya, bukan urusan kita.

Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an mengutip pernyataan Akramah r.a., "Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah mengalami kesusahan dan kesenangan. Jadikan kesenangan sebagai rasa syukur dan kesusahan sebagai sabar. Inilah alternatif jalan yang diberikan oleh Islam bagi orang yang stabil".

Setiap hari kita kerap berjumpa dengan orang, situasi, informasi, atau perlakuan yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan atau menyusahkan kita. Islam memberikan alternatif solusi, jika menyenangkan harus disyukuri dan jika menjengkelkan atau menyusahkan woles saja hadapi dengan sabar dan do'a. Sabar dalam arti aktif dan progresif bukan menyerah pasrah tidak bertindak apa-apa (fatalistik). Sabar dalam rangka ikhtiar untuk memperbaiki keadaan, ikhtiar semaksimal mungkin yang kita bisa setelah itu bukan urusan kita. Jangan sekali-kali mengambil alih urusan Tuhan, pasti terjadi konflik batin dan hanya  menjadikan kita menjadi manusia yang kehilangan stabilitas segalanya. Hilang akal, hilang iman, hilang imun.

Memahami interval hidup secara holistik juga penting, hal ini dapat membantu kita untuk memaknai kesenangan dan kesusahan sehingga diri kita tetap berada dalam stabilitas yang terjaga. Jadi, soal susah dan senang itu, semua orang sudah dapat jatahnya masing-masing. Tidak perlu merasa paling bahagia atau paling sengsara. Semua ada waktunya, woles saja.

Cirebon, Januari 2021.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun