Mohon tunggu...
Nurohmat
Nurohmat Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Pecinta Literasi dan Pendaki Hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Inilah Inti Budaya Sekolah

5 Desember 2020   09:57 Diperbarui: 5 Desember 2020   10:00 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Inilah Inti  Budaya Sekolah
Oleh : Nurohmat

Sudah dua bulan lebih saya mengikuti program guru penggerak. Saat ini materi yang diajarkan dalam program guru penggerak adalah materi tentang budaya positif di sekolah.  Menyoal budaya sekolah, pikiran saya tertuju pada kebiasaan-kebiasaan  yang sudah mengakar di sekolah dan sudah 'diterima' secara kolektif oleh warga sekolah baik itu kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk.

Mutu sekolah adalah cerminan dari budaya sekolah. Bedanya budaya sekolah relatif kualitatif dan sulit untuk dikuantitatifkan sedangkan mutu sekolah relatif kuantitatif, sangat terukur bergantung pada indikator apa yang akan kita gunakan untuk mengukur mutu suatu sekolah. 

Misalnya, kita bisa saja mengelompokkan mutu sekolah dari banyaknya prestasi yang  diraih oleh warga sekolah dalam bidang tertentu atau bisa juga mengukur mutu sekolah dari seberapa banyak alumninya yang diterima di PTN favorit, berapa banyak lulusannya yang berhasil menjadi 'orang'. Bisa juga diukur melalui seberapa banyak indikator yang sudah terpenuhi dari delapan standar nasional pendidikan.

Jadi, soal tinggi-rendahnya mutu sekolah itu sejatinya hanyalah konsekuensi logis dari budaya sekolah yang sudah mengakar  pada ekosistem sekolah tersebut. Dengan demikian, untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang harus dibenahi adalah budaya sekolahnya bukan semata-mata membangun atau merevitalisasi gedung sekolah menjadi berlantai dua, tiga, atau empat. 

Membaguskan gedung sekolah memang diperlukan, namun bukan itu substansi mutu sekolah. Gedung sekolah hanya soal casing, bukan isi/substansi. Substansinya adalah ada pada hal-hal intangible dari budaya sekolah itu sendiri, yang tak tampak, tidak bisa dilihat, tapi bisa dirasakan bila kita sudah lama  ada di dalamnya.

Puisi yang  sudah belasan tahun lalu dibacakan oleh Prof. Winarno Surakhmat, yang berjudul "Kapan Sekolah Kami Lebih Baik Dari Kandang Ayam ?" sepertinya untuk kondisi saat ini hampir sudah terjawab dengan banyaknya bantuan pemerintah untuk pembangunan ruang kelas baru dan bantuan rehabilitasi ruang kelas di hampir semua sekolah baik negeri maupun swasta. 

Menurut saya untuk saat ini yang perlu dipertanyakan adalah soal, " Kapan Kepala Sekolah Kami Berwatak Pinandita Ksatria ?", atau "Kapan Sekolah Kami Merdeka Belajar ?" dan lain sebagainya yang jauh lebih substansial.

Hal yang substansial, yang cenderung intangible itu diantaranya adalah  asumsi dasar, dan  nilai-nilai  yang diyakini oleh warga sekolah. Asumsi dasar dan nilai-nilai yang dianut oleh warga sekolah itulah yang merupakan inti dari budaya sekolah setempat. Hal ini butuh penggalian, butuh komunikasi kolektif untuk saling terbuka dan secara jujur membuka tabir watak warga sekolah dan berupaya membenahi watak tersebut bilamana membahayakan masa depan sekolah. 

Bagaimana cara membenahinya? Harapan ada pada program pendidikan guru penggerak yang dapat melahirkan guru-guru berwatak Pinandita Ksatria sehingga  mampu memberikan jutaan alternatif solusi dalam membangun budaya positif di sekolahnya masing-masing. Ingatlah  membenahi budaya sekolah sejatinya  membenahi mutu sekolah.

Cirebon, 5 Desember 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun