Mohon tunggu...
Nurohmat
Nurohmat Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Pecinta Literasi dan Pendaki Hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami dan Mengenang Hujan

22 Januari 2019   17:18 Diperbarui: 24 Januari 2019   08:15 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memahami hujan adalah  memahami air. Memahami air adalah memahami kehidupan. Silogismenya, memahami  hujan adalah memahami  kehidupan.

Namun, dibandingkan memahami hujan, sebagian orang lebih memilih untuk mengenang akan hujan. Mungkin dalam mengenang, kita tidak membutuhkan aktivasi lobus frontali berlebih. Mengenang itu soal merecall kesan dan pesan, sementara memahami soal melihat  sesuatu  dari sudut ruang perspektif tertentu.

Semasa anak-anak, hujan memberikan kesan kepada saya bahwa hujan memberikan keceriaan dan memberikan pesan "bersegeralah keluar rumah, ayo hujan-hujanan". Semasa remaja, saat masa-masa pubertas, hujan memberikan kesan romantis, mirip film-film remaja yang berkisah melibatkan hujan.
Setelah dewasa dan berkeluarga, hujan bagi saya mengesankan rasa khawatir, khawatir kehujanan mengantarkan anak-anak sekolah, khawatir genteng rumah bocor. Rupanya kesan saya tentang hujan mengalami pergeseran. Sesuatu yang semula menyenangkan berubah menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

Soal pemahaman,  hujan bisa saja dipahami dalam berbagai perspektif semisal perspektif teologis, filsafat, sosiologis, psikologis, klimatologis, budaya,  dan lain sebagainya.

Penekanan sudut pandang dalam memahami hujan dapat memproduksi corak pemahaman yang agak unik. Keunikan corak tersebut sejatinya memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang hujan. Diantara perspektif pengetahuan tersebut tidak ada yang mutlak benar.
 
Hujan bila dipahami dalam perspektif teologis berujung pada kuasa dan eksistensi Tuhan. Bagi yang mampu menembus ruang perspektif teologis dalam memahami hujan, bisa jadi membuat orang tersebut semakin yakin akan eksistensi Tuhan.  

Dalam perspektif meteorologi dan klimatologi, perilaku hujan dapat dipahami sehingga bisa diprediksi dan dieksplanasi tentang curah hujan. Bila memanfaatkan perspektif ini semestinya  potensi banjir di suatu daerah  bisa diantisipasi. Dalam perspektif filosofis mungkin akan berbeda lagi, apalagi budaya, dan lain sebagainya.

Itulah hujan, begitu pula kehidupan. Sangat terbuka kemungkinan untuk memproduksi corak pemahaman yang beragam agar bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Jadi, berupaya memahami  hujan, sejatinya juga  memahami kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun