Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Madu Manis atau Madu Pahit?

16 Juni 2019   01:14 Diperbarui: 20 Juni 2019   05:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from manfaat.co.id

Aku senyum senyum saja sambil mengangguk, adakalanya aku iri juga dengan botol botol madu itu. Terlalu istimewa diperlakukan, namun tak apalah toh aku juga menikmati si madu tersebut  meskipun tak rutin seperti suamiku.

DUA

Aku tak kuasa untuk tidak meneteskan air mata. Kisahnya terlalu menyanyat kalbu. Kisah hidupnya seperti kisah sinetron Indonesia. Aku bahkan hampir tak percaya kalau kisah yang diceritakan itu nyata. Benar itu nyata, bukan kisah di dunia maya yang kadang hanya isapan jempol belaka.

"Ibu, kenyataannya aku sekarang dimadu"

"Maduku masih muda, baru usia 28 tahun. Hampir sebaya anak sulungku yang kini menginjak 25 tahun"

"Maduku dulu adalah sekretaris suamiku bu"

"Waktu itu ia begitu baik, rela overtime, rela ke rumah bahkan sering membantuku ketika kesibukanku sebagai istri pejabat BUMN sedang padat. Ia benar-benar sekretaris yang hebat"

"Maduku itu bernama Madu, lengkapnya Sri Madusari. Ia memang Madu bu, namun teramat pahit buatku. Madu tak hanya mengurusi pekerjaannya di kantor, atau sesekali membantu mengurusi rumahku ketika aku sibuk. Namun  Madu akhirnya mengurusi suamiku lahir dan batin. Madu telah mengajarkanku akan artinya kepalsuan, kemunafikan, pengkhianatan dan entah apalagi",   kalimat itulah yang berulang-ulang keluar dari mulutnya.

Perempuan itu nampak lunglai dan pasrah, ia seperti sudah tak hendak untuk berkelahi melawan "musuh"nya. Terserah orang mau bilang apa, "biarlah aku pura-pura tak tahu menahu" demikian gumamnya. Ia telah bertekad untuk menyimpan madu yang paling pahit di jurang jiwanya yang terdalam. Ia kubur dan ia tabur berlapis memori masa depan. Baginya madu ternyata teramat pahit dan sakit, seperti cairan pekat yang menghimpit kerongkongannya hingga benar-benar sempit dan tak kuasa lagi menjerit.

 TIGA

Telpon itu berdering beberapa kali, aku angkat juga meski sedikit mengantuk. "Bu, anak saya baru pulang dari hutan. Ia membawa madu asli, benar-benar asli. Jika ibu berminat, saya akan mengantarnya ke rumah ibu"  kata bu Nafsiah (nama samaran) setengah teriak kepadaku via telpon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun