Mohon tunggu...
Humaniora

Reward dan Punishment

22 Mei 2016   12:27 Diperbarui: 22 Mei 2016   13:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Disore hari saya sedang mengobrol dengan ibu muda yang memiliki anak kelas 1 SD. Dilihat dari ekspresi ibu tersebut rupanya beliau sedang kesal dengan anaknya. Ketika saya tanya kenapa ekspresinya begitu, beliau menjawab “saya lagi kesel mbak sama anak saya, disuruh gak mau karena masih mau main. Disuruh makan katanya masih kenyang terus. Disuruh tidur malah gangguin adenya” kemudian saya mencoba tanya “terus ibu maunya anak ibu seperti apa?” ibu itu menjawab “saya mau anak saya nurut mbak capek kalau dia ngelawan terus” demikian kata ibu tersebut sambil menampakkan wajah kesal. Ujung-ujungnya ibu itu cerita gara –gara kekesalannya beliau sering menghukum anaknya dan repotnya ketika selesai menghukum anaknya beliau merasa sedih.

Anak yang tidak nurut, susah dikasih tau, memang sering membuat orang jengkel atau marah. Biasanya orang tua yang sudah geram dengan ketidak nurutan anaknya orang tua akan membentak, memarahi, bahkan sampai memberikan cubitan atau pukulan kepada anak. Sudahkah tepat hukuman yang seperti itu untuk anak???

Hukuman biasanya diberikan kepada seseorang untuk memberikan efek jera atau berhenti untuk melakukan perilaku yang tidak diharapkan hal tersebut juga berlaku untuk anak-anak. Namun tidak semua hukuman itu baik. Kadang kala hukuman itu timbul dari pelampiasan kemarahan atau kekesalan orang tua. Dan sering kali hukuman itu tidak ada hubungannya dengan kesalahan anak misalnya anak tidak mau mandi atau makan maka uang jajannya akan dipotong. Apa hubungannya???

Makanya dalam memberikan hukuman seharusnya orang tua perlu hati-hati. Jangan dalam keadaan marah langsung memberikan hukuman kepada anak sehingga hukuman itu tidak tepat untuk anak. Karena ketika hukuman itu tidak tepat untuk anak akan membuat si anak yang mempunyai tingkah laku buruk akan menjadi makin kronis. Jadi hukuman yang diberikan harus sesuai dengan kesalahan yang diperbuat oleh anak.

Dalam memberikan hukuman orang tua juga harus memperkenalkan konsekuensinya pada anak. Baik konsekuensi yang logis dari tingkah lagu anak maupun yang alami. Misalnya ketika weekend anak yang sulit jika disuruh mandi sedangkan keluarganya berencana akan pergi ke mall. Konsekuensi alaminya kalau tidak mandi badannya bau, kotor yang nantinya bisa gatal-gatal, dll. Sedangkan konsekuensi yang logis sang ibu bilang “jika adek tidak mau mandi berarti bulum siap untuk pergi jadi biar ayah,ibu,sama kakak saja yang pergi ke mall sedangkan adek di tinggal dirumah” dari alasan yang logis tersebut sang anak biasanya akan langsung refleks untuk bergegas mandi.  Sehingga orang tua tidak perlu capek-capek mengeluarkan tenaganya untuk memarahi atau memukul anak cukup dengan memberikan alasan yang logis kepada anak dan biarkan anak yang menanggung konsekuensinya jika tidak bisa memahami alasan tersebut.

Kadang kala orang tua masih sering tidak tega atau kasihan jika memberikan konsekuensi pada anak. Hal itulah yang membuat orang tua goyah sehingga tidak konsekuen pada anak dan tidak konsekuennya orang tua itu juga yang dapat membuat orang tua salah memberi hukuman apa lagi ketika mereka sedang marah.

Punishment biasanya diberikan jika perilaku anak tidak sesuai harapan. Tetapi jika perilaku sesuai harapan ataupun anak berbuat sesuatu yang baik pasti ada yang namanya reward. Namun kadang kala orang tua sering salah kaprah tentang hal itu. Pemberian reward atau hadiah memang dapat memantapkan perilaku anak sesuai apa yang diharapkan. Tetapi hal itu juga ada dampak negatinya. Salah satu contoh adik sepupu saya. Waktu itu dia sedang puasa Rajab karena orang tuanya sudah membiasakan dia puasa sehingga dia sudah bisa puasa namun puasanya biasanya tidak sampai magrib ketika dia bermain kerumah saya dia bilang “mbak aku puasa. Puasaku sampai magrib lohh soalnya kalau puasaku bisa sampai magrib kata mama nanti bukanya pakai nasi padang”.

Dari hal kecil itulah bisa kita lihat bahwa ketika anak melakukan segala sesuatu yang baik maka orang tua akan memperikan hadiah. Dan tidak heran kalau anak sekarang ini main tawar-menawar dengan orang tuanya ketika di suruh melakukan sesuatu.

Bagaimana memberikan reward yang positif? Caranya jadikan reward sebagai surprise atau kejutan. Sehingga reward diberikan setelah anak melakukan sesuatu yang diharapkan dan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya. Sehingga anak akan akan melakukan sesuatu atas kemauannya sendiri bukan tanpa adanya imbalan dari orang tuanya. Begitu juga dengan orang tua jangan sering membuat janji kepada anak karena anak akan selalu mengingat perkataan orang tuanya tentang janji tersebut.

Terima kasih...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun