Mohon tunggu...
Nurina PS
Nurina PS Mohon Tunggu... -

26yo. Mrs.Dwiyantoro. Mom of Two. Hampir dua dasawarsa menetap di Berau. Dan satu windu nomaden Bandung-Bogor-Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Ayah Visioner, Menjadi Ayah Kekinian

15 September 2015   12:38 Diperbarui: 15 September 2015   14:17 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berawal  dari  kisah seorang ibu, isteri  dari  ustadz Mutammimul Ula, sekaligus  bunda  dari  anak-anak  penghafal  qur’an.  Sepuluh  orang  anak  beliau, semuanya,  –Subhanallah—menjadi  hafidz  dan  hafidzah. Beliau  yang  biasa  di sapa  Ibu  Wirianingsih ini, kala  itu, melontarkan  sebuah  statemen redaksional yang  menarik  tentang  bagaimana  struktur pendidikan  rumah tangga  yang  dibangun, yang  ternyata  merupakan  hasil  seting  pendidikan  sang  suami, “ Yang  membentuk  mereka, termasuk  saya,  adalah  Bapak  mereka. Saya  hanya  pelaksananya  saja.  Ibarat  membuat  sebuah  bangunan,  suami  sayalah  yang merancang dan membuat  kerangkanya, lalu  saya  yang  mengisinya.

Setelah  membaca  petikan wawancara  tersebut, muncul  pertanyaan  dalam  benak  saya tentang  bagaimana  seharusnya  sentuhan  pendidikan  sang  ayah  terhadap  anak-anaknya? Adakah  contoh  praktis   praktis  yang  ditinggalkan  oleh  para  ulama  dan  orang-orang  shalih terdahulu  tentang  bagaimana  kehidupan  rumah  tangga  mereka? Dan  bagaimana sentuhan  pendidikan  yang  dialami  anak-anak  mereka?

 Apalagi ditengah  ragam  asumsi  yang  memikulkan  tanggung  jawab  pendidikan  hanya  pada  pundak  sang  ibu. Memang  tak  ada  yang  menafikkan  peran-peran besar  yang  ada  di tangan  seorang  ibu  bagi  masa  depan  anak-anaknya.  Seorang  ibu, bagaimanpun  mempunyai  pengaruh  penting dalam  mendidik  dan  membentuk kepribadian  anak.  Lalu  bagaimanakah  peran  ayah? Ketika  sebagian  masyarakat  cenderung  berpandangan  bahwa  pengasuhan  dan  pendidikan  anak  adalah  tugas  ibu.  Sedangkan  ayah,  cukup  bekerja  dan  mencukupi  kebutuhan  materi  keluarganya.

 Dari  sini, saya  berusaha  mencari  literature  yang  bisa  menjelaskan  contoh  praktis  atau  pelbagai  praktik  harian  kepada  anak-anak  oleh  sang  ayah.  Karena  ternyata, sejarah  hidup  para  ulama  besar  dan  salafusshalih,  umumnya  dilatarbelakangi  sentuhan  pendidikan  yang  diberikan  oleh  ayahnya. Dalam sebuah tesis S2 di Universitas Ummul Quro Mekkah, Hiwar al Aba’ ma’al Abna fil Quranil Karim wa Tathbiqotuhut Tarbawiyah (Dialog antara Orangtua dan anak dalam al Qur’an al Karim dan Aplikasi Pendidikannya) karya Sarah binti Halil al Muthairi  membahas 17 tema dialog antara orangtua dan anak yang tercantum dalam 9 surat. Dialog antara ayah dengan anaknya ada 14 kali. Dialog antara ibu dan anaknya 2 kali. Dan dialog antara orangtua tanpa nama dengan anaknya 1 kali.  Salah satunya,pesan  Luqman  kepada  anaknya, merupakan  suatu  potret  di dalam  kitab-Nya  yang  agung  tentang  dialog  antara ayah  dengan  anaknya yang  didokumentasikan  oleh  Al Quran  Al-Karim.  Pun,  di dalam  Al Quran  juga,bagaimana Allah  SWT  memaparkan  dialog  bijak  antara  nabi  Ibrahim ‘Alaihi  Saalam sebagai  seorang  ayah dengan  anaknya, Ismail  ‘Alaihi  Saalam yang  tersurat  secara  gamblang   dalam  fragmen  nabiyullah  surat Ash  Shaafaat  ayat  ke  102.

 Hal ini menunjukkan bahwa al Qur’an memotret para ayah yang lebih bertanggung jawab mendidik anak-anaknya. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab dalam peristiwa mashyur yang terdokumentasikan zaman,pernah menegaskan tugas tugas seorang Ayah. “Seorang  Ayah  wajib  memilihkan  ibu  yang  baik  untuk  anak-anaknya,  memberi  nama  yang  baik untuk anak anaknya dan  mengajarinya  Al Quran anak anaknya.” Betapa beratnya menjadi calon Ayah, bahkan sebelum membangun bahtera bernama rumah tangga, visi pertama yang harus di siapkan  calon Ayah adalah memilihkan calon ibu yang baik untuk anak anaknya.

Namun bagaimana kondisi hari ini? Sosok Ayah Visioner itu mungkin bisa dihitung dengan jari.

Menjadi visioner di setiap lini kehidupan itu penting. Visi secara sederhana dipahami sebagai pandangan yang jelas tentang apa yang akan dilakukan, untuk apa melakukan, apa tujuan melakukan suatu perbuatan.

Seorang Ayah Visioner melihat kehidupan sebagai sebuah misi. Jadi,seorang Ayah visioner itu tahu ke depannya akan seperti apa dan bagaimana bahtera rumah tangga yang dia nakhodai.q Ayah Visioner itu tahu akan ke arah mana,bagaimana caranya,dan seperti apa dia membentuk istri dan anak anaknya. Ayah visioner lah kelak menetapkan milestone demi milestone dalam keluarganya.  Dalam  bukunya  yang  berjudul Dreams  From  My  Father, Barrack  Obama,menguraikan  banyak  cerita  tentang  mimpi-mimpi  ayahnya untuk  sang anak.  Satu  penggalan  kesimpulan  yang  saya petik  dari  buku  tersebut,  sang  ayah  berhasil  merancang,menetapkan visi,dan  memprogram  sang  Obama  junior, untuk  menjadi  penakluk  Amerika.

 Akan seperti apa jadinya kelak, sangat ditentukan oleh persepsi dan desain yang jelas dari orang tua sang anak. Ayahnya berperan sebagai arsitektur, ibunya berperan untuk mengisi konstruksi bangunannya.Mereka saling bersinergis mengisi tiap elemen esensial kehidupan bernama rumahtangga. Semakin blur desain yang dimiliki, peluang ketidakjelasan akan menjadi seperti apa anaknya kelak akan semakin besar. Semakin kompak kedua orang tuanya menjalani peran masing-masing, akan lebih mudah bangunan karakter dan cita-cita anak terbentuk. Desain dan pembangunan karakter sang anak itu bisa sangat dipengaruhi oleh pemahaman, wawasan, pengalaman hidup orang tuanya, lingkungan, dan tentu, di atas itu semua, kehendak Allah.Persepsi dan desain yang jelas di awal yang dimiliki kedua orangtuanya juga memberikan harapan dan energi yang besar bagi orangtuanya dalam menjalani hari-hari bersama sang anak.

There’s more than that! Peradaban hari ini butuh lebih banyak Ayah ayah visioner. Ayah ayah kekinian,yang mampu mengekspansi jiwa jiwa yang ada dalam dekapannya untuk terus bertumbuh dalam irisan kebaikan yang tak lekang zaman. Jika detik ini Anda masih menjadi salah satu Ayah tanpa visi yang jelas, Sadarlah! Bahwa anda seorang Qowwam,bukan sekedar mesin pencetak uang. Sadarlah, Bahwa waktu terus berputar cepat. Anak anak tumbuh lebih cepat. Tanpa visi yang jelas,sesungguhnya Anda hanya sekedar membuang waktu semata.

 

Nurina Purnama Sari,Agathis 15 September 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun