Mohon tunggu...
Nuril Komari
Nuril Komari Mohon Tunggu... -

wong ndeso yang mendambakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dukung Bibit Waluyo Bali Ndeso Mbangun Deso

11 Mei 2013   12:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:45 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bibit Waluyo (sumber: solopos.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="402" caption="Bibit Waluyo (sumber: solopos.com)"][/caption] Seperti yang sudah diketahui publik, karakter Bibit adalah emosional, temperamental, mudah marah dan arogan.  Tadi malam karakter itu muncul dalam Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah di Hotel Patra Jasa Semarang tadi malam (10/5/2013). Baru diberi kesempatan bicara pertama oleh moderator, Bibit langsung marah karena menurutnya, moderator tidak jelas memberikan perintah. Maunya moderator, Bibit menanggapi janji Hadi Prabowo, tapi Bibit malah menyampaikan janji seperti penyampaian visi misi. Bibit kembali menunjukkan emosinya ketika ditanya oleh Ganjar Pranowo soal korupsi. Ganjar mengutip data dari litbang Kompas yang menyebutkan tingginya angka korupsi di Jawa Tengah. Seketika Bibit langsung emosional, "Jangan cuma katanya, katanya, buktikan! Kalau cuma katanya, itu fitnah". Sifat pemarah dan arogan itu sudah sama-sama diketahui. Tentu publik belum lupa, ketika Bibit berseteru dengan Jokowi yang saat itu menjabat Walikota Solo soal rencana pembangunan mall di atas lahan bangunan kuno bekas pabrik es Saripetojo. Karena Jokowi menolak pembangunan tersebut, Bibit sampai mengatakan, "Walikota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?" Bibit tidak seharusnya berkata demikian. Sebagai Gubernur, ia harus menghormati Kepala Pemerintahan di bawahnya. Kalau begitu cara ia berkomunikasi, tak salah bila Hadi Prabowo menjadikan lemahnya koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagai masalah utama. Bagaimanapun, Jokowi adalah walikota sah, yang memperoleh 91 % suara dari rakyat Solo pada pilkada 2000. Siapapun wajib menghormati dan menghargainya. Ditambah lagi, Jokowi adalah kader unggulan PDI-P, tempat Bibit menumpang untuk bisa menjadi Gubernur. Harusnya ia menjaga kekompakan sebagai sesama kader PDI-P, bukan malah mempermalukan Jokowi di muka umum. Perilaku Bibit ini menambah deretan kekecewaan warga PDI-P, di samping perilaku Bibit yang acuh tak acuh terhadap Wakil Gubernur Rustriningsih dan keengganan Bibit menjadi Jurkam pada pemilu 2009. Kalau terhadap walikota saja, Bibit berani mengatakan bodoh, apalagi terhadap orang yang lebih rendah pangkat dan jabatannya. Itu terjadi ketika menghadiri acara The 14th Merapi and Borobudur Senior's Amateur Golf Tournament Competing The Hamengku Buwono X Cup di Borobudur International Golf and Country Club Kota Magelang, 9 September 2012. Saat itu Bibit mengatakan Jathilan atau Kuda Lumping sebagai kesenian paling jelek di dunia. Kontan saja, pernyataan itu menyulut protes dari para seniman. Selain emosional, dalam debat tadi malam Bibit terkesan tidak memahami masalah dengan baik. Kalau paham saja tidak, bagaimana ia bisa menyelesaikan masalah. Ketika Bibit diminta menjelaskan kondisi yang ada di layar, jawabannya kurang tepat. Di layar tampak gambar seputar pendidikan dan siswa sekolah di wilayah Jawa Tengah. Bibit menjawab, "Kami sadar ini soal pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan menjadi komitmen kami untuk terus ditingkatkan hingga lima tahun mendatang". Bibit tidak mengeksplorasi bagaimana caranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, malah mengatakan, "karena itulah visi dan misi kami adalah...." Waktu yang ada dihabiskan untuk menyebutkan visi misinya yang begitu panjang dan lama. Padahal, yang diharapkan adalah solusi kongkret. Begitu juga ketika ditanya oleh panelis soal indeks pembangunan manusia, ia tampak gelagapan. Awalnya ia mengatakan angka 7,2 lalu dikejar lagi oleh panelis, "Kenyataannya pada waktu Pak Bibit menjabat angka IPM (indeks pembangunan manusia) di Jateng turun demikian dengan angka melek hurup yag masih rendah," Karena tidak bisa menjawab, Bibit mempersilakan wakilnya Sudidjono untuk menjawab, tapi lagi-lagi panelis tidak puas dengan jawaban itu. Walaupun pernah menjabat Rektor UNNES Semarang, Sudidjono juga tidak terlalu memahami persoalan pendidikan. Selain kelemahan Bibit di atas, ia tampak sudah lelah di pemerintahan. Setiapkali menanggapi paparan calon lain, ia mengeluhkan, "Itu tidak gampang, itu uangnya darimana, itu sulit". Dan saat ia diminta untuk mengajukan pertanyaan kepada calon lain, selalu saja ia bertanya, "apa konsep Anda, bagaimana caranya", ini menunjukkan ia tidak tahu. Bibit tampak pesimis. Ia tak mampu memperlihatkan sebagai sosok pemimpin yang bisa diharapkan. Maklum, usianya sudah 63 tahun. Aslinya ia sudah pensiun. Karir puncaknya adalah Pangkostrad. Menjadi gubernur itu hanya "nyari-nyari kerjaan" daripada jadi pengangguran. Tenaga dan pikiran yang digunakan saat menjadi Gubernur adalah sisa-sisanya setelah dikuras di militer. Sepertinya lagu Iwan Fals berikut ini sesuai untuk dinyanyikan kepada Bibit. Pak tua sudahlah Engkau sudah terlihat lelah oh ya Pak tua sudahlah Kami mampu untuk bekerja oh ya Pak tua oh oh oh Sesuai dengan jargonnya, "Bali Ndeso Bangun Deso", maka saya mendukung Bibit bersiap-siap meninggalkan Wisma Perdamaian, untuk kembali ke kampung kelahirannya di Klaten, membangun desa di sana, dan menyerahkan pemerintahan kepada orang yang siap memangkunya, yang masih muda, enerjik dan siap bekerja. BACA JUGA: Hubungan Bibit Waluyo dan Rustriningsih

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun