Mohon tunggu...
Mochamad Nuril Anwar
Mochamad Nuril Anwar Mohon Tunggu... Freelancer - .

Penikmat Kopi & Rokok dalam suasana Senja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Generasi "Bodo Amat"

19 Maret 2019   19:09 Diperbarui: 19 Maret 2019   20:13 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi "Bodo Amat"

Generasi muda yang sedang berjalan saat ini disebut-sebut sebagai "Generasi Milenial" yang digadang-gadang akan membawa perubahan atau semacam revolusi yang cukup krusial untuk memajukan bangsa--- namun yang terjadi saat ini bertolak 180 dari apa yang diharapkan oleh generasi sebelumnya, kami lebih mementingkan diri sendiri tanpa sudi memikirkan hal-hal yang lebih penting.

Tatkala tahun politik tiba menghampiri, kami tak ambil pusing seperti orang tua yang sibuk mempertentangkan calon idola mereka. Kami lebih memilih untuk main PUBG---"bodo amat politik, yang penting bisa naik rank", atau lebih memilih berkutat pada lingkup kecil yaitu sekolah hingga pekerjaan---"yang jadi siapa aja, tetep aja sekolah atau kerja kita kayak gini aja".

Tanpa kami sadari bahwa panasnya panggung politik dengan polesan kecil akan membakar tanah liat menjadi tembikar yang cukup bernilai, tak harus terjun sangat dalam hingga menjadi simpatisan atau anggota salah satu parpol--- cukup berdiskusi ringan dengan mereka yang cukup paham politik menjadikan kita melek akan demokrasi, birokrasi, hingga strategi-srategi yang digunakan pelaku politik dalam panggung yang cukup riuh.

Apakah itu semua berguna? Tentu ...

Saat kita telah belajar banyak dari panggung politik, kita dapat mengaplikasikan pada ruang lingkup yang kita jalani--- sehingga kita mampu menjalin hubungan relasi kerja atau kerjasama kelompok di sekolah seperti partai politik melakukan koalisi untuk mencapai harapan. Kita juga bisa membaca gerak pesaing dunia kerja atau sekolah seperti parpol saling adu strategi dengan partai lain untuk pengamanan kedudukan atau posisi mereka. Kita juga dapat belajar kepemimpinan dari seorang capres dalam mengeluarkan kebijakan, keputusan, dan sikap untuk kebaikan koalisi (beberapa hal dibawah naungan kita).

Tetap teguh untuk golput? Boleh-boleh saja ...

Yang perlu diingat dari pemilu bukan memilih yang sempurna, melainkan mencegah yang buruk berkuasa---  sudah barang tentu seorang pemimpin memiliki kelemahan atau kekurangan. Namun yang perlu kita pelajari adalah bagaimana seorang yang kita anggap kurang ternyata memiliki pesaing yang lebih buruk?--- dan lagi sikap golput yang paling elegan adalah dengan datang ke TPS namun berpegang teguh pada idealisme untuk tidak memilih dari salah satu, bukan tidak menghadiri undangan ke TPS--- itu namanya malas!

Terus bagaimana kita dapat mengetahui yang buruk dari yang terburuk? Gampang kok...

Pelajari rekam jejak dari masing-masing calon, kebijakan yang telah dilakukan, sifat dan sikap dari masing-masing calon, tim sukses serta koalisi yang mengelilingi calon tersebut, serta masih banyak cara-cara sederhana yang dapat kita diskusikan kepada orang-orang yang kita anggap melek dan objektif terhadap politik.

Masih berpegang teguh pada "bodo amat" yang kita usung?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun