Saya suka traveling. Ada banyak kota yang ingin saya kunjungi, kecuali Jakarta.Bisa jadi karena saya sudah terjebak ke dalam steorotip tentangnya. Bahwa ibu kota negara itu panas, macet, serba mahal, polusi udaranya nomer wahid, pendudukny a individualistis dan sebagainya. Ternyata saya harus ke Jakarta, mendampingi suami yang menjadi saksi nikah salah satu keponakan. Cuzzlah ke Jakarta, naik bus dengan lama perjalanan kurang lebih 13 jam.
Bus Sinar Jaya meninggalkan kota Malang pada pukul 16.07 , sampai di Jakarta pukul 07.32. Sejak dari Tol Jakarta-Cikampek sudah terlihat ciri khas ibu kota yang katanya lebih kejam daripada ibu tiri. Bangunan beton besar dan tinggi menjulang berserakan dimana-mana, gedung-gedung bertingkat terlihat di antara mendung kelabu, jalan layang yang tumpang tindih dan jalan yang penuh sesak dengan kendaraan.
Geurlis, cucu saya yang berumur 5 tahun terbangun, matanya mengerjap lalu menarik tangan saya "Sudah sampai Jarkata?"tanyanya. "Ja-kar-ta," saya betulkan ucapannya tetapi tampaknya ia lebih sibuk melihat ke luar, tidak penting baginya Jarkata atau Jakarta.
Kami berangkat Kamis sore sampai di Jakarta Jum'at pagi, akan kembali ke Malang besok Sabtu sore , inshaAllah sampai di Malang hari Ahad pagi. Jadi hanya semalam kami di sini, namun kesannya sungguh mendalam. Apa saja ?
#1. Sungai yang berwarna gelap dan baunya eksotik
Kami turun di Kalideres, di dekat jembatan penyeberangan , dekat sungai yang airnya menghitam, mengalir dengan sangat tenang dan mengeluarkan aroma yang aduhai. Sementara di tepiannya, banyak berjejer penjual makanan. Masing-masing ramai dengan pembeli. Waktunya sarapan sebelum berangkat kerja. Mungkin karena sudah terbiasa jadi aroma yang eksotis ini tidak menjadi masalah bagi mereka. Lihatlah mereka asik-asik saja tuh makan dan bercanda. Sepertinya nikmat banget makan di situ. Perut saya yang sempat bergolak minta diisi namun ketika melihat sungai yang menghitam dan baunya yang mengua, perut saya terasa begah dan mual. Selera makan saya melesap entah kemana.
#2. Macet
Sejak masuk Jakarta, kemacetan sudah terasa. Jalan tol yang beruas empat penuh sesak dengan kendaraan berbagai tipe dan ukuran. Sekarang pun saya sedang menunggu mobil jemputan yang katanya terjebak macet, padahal rumah yang akan dituju sudah terlihat ancer-ancernya.
Perlu waktu hampir setengah jam untuk sampai di tempat tujuan. Macet dan melewati pasar tumpah ruah di jalan penyebabnya. Padahal mungkin kalau ditarik garis lurus dengan berjalan kaki pun kami akan sampai dalam waktu kurang dari setengah jam.
#3.Lingkungan kurang sehat