Terakhir, proses dalam praktik peradilan harus dijamin akuntabilitasnya mulai dari pra peradilan, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, kasasi, peninjauan kembali, dan lain-lainnya.Â
Selama ini, proses di pengadilan tinggi, tingkat kasasi dan tingkat peninjauan kembali dilaksanakan secara tertutup, hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah reformasi yang ditawarkan oleh Presiden itu sudah bisa menyentuh persoalan terkait kredibilitas peradilan.Â
Karena pada zaman modern, zaman ketika hak-hak masyarakat makin banyak tuntutannya. hal yang menjadi konsentrasi utama adalah soal transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. jika hal ini tidak terjamin, maka peradilan yang bebas dari korupsi hanya akan menjadi khayalan saja.
Dari berbagai penjelasan di atas, saya menyimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim bukan hanya dari masyarakat tetapi juga disebabkan oleh hakim dan peradilan itu sendiri.Â
Permasalahan ini nantinya akan merusak kredibilitas peradilan dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan sehingga publik akan terdorong untuk melakukan tindakan perbuatan melanggar kehormatan dan keluhuran hakim atau PMKH.
Maka dari itu, seluruh stakeholder mulai dari presiden, lembaga legislatif dan hakim demi mewujudkan sebuah peradilan yang bersih dari korupsi dan dapat dipercaya oleh masyarakat harus berkomitmen untuk merumuskan sebuah reformasi, sebuah norma atau kaidah yang bisa bermanfaat dan memperkuat pengawasan terhadap hakim dan peradilan yang ada sehingga Kredibilitas peradilan dapat terjaga.