Mohon tunggu...
Nuriah Muyassaroh
Nuriah Muyassaroh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan akuntansi yang menekuni dunia kepenulisan baik fiksi maupun non fiksi. Penulis juga berpengalaman menjadi penulis freelance di salah satu media online.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Krisis Literasi di Era Revolusi Industri 4.0

7 Januari 2019   21:07 Diperbarui: 7 Juli 2021   18:11 13149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Krisis Literasi di Era Revolusi Industri 4.0 (sumber: suaramerdeka.com)

Di era Revolusi Industri 4.0, Dunia tidak hanya menuntut untuk melek teknologi, namun juga update terhadap informasi. Dan Indonesia, memiliki tantangan yang sangat besar untuk menghadapi era tersebut. Tidak hanya krisis ekonomi karena merosotnya nilai rupiah terhadap kurs mata uang asing, tetapi juga krisis literasi. 

Fakta ini didasarkan pada riset Central Connecticut State University 2016, yang mengatakan pada literasi Indonesia berada di tingkat kedua terbawah dari 61 negara, hanya satu tingkat di atas Bostwana. 

Tidak hanya itu, kemampuan membaca masyarakat Indonesia yang sangat rendah juga dibuktikan dengan riset menurut UNESCO, yang mengungkapkan bahwa hanya 1 dari 1000 orang di Indonesia yang membaca buku. Tentu ini sebuah fakta yang sangat miris dan memprihatinkan. 

Baca juga : Kampung Literasi Sukaluyu Digelar TBM Lentera Pustaka untuk Giatkan Baca Warga

Akibatnya, Indonesia mengalami potensi risiko yang sangat tinggi terhadap penyebaran konten negative di era digital ini. Berbagai ujaran kebencian, berita hoax, radikalisme dan intoleransi merupakan ancaman besar yang tengah melanda masyarakat Indonesia. Itulah penyebab dari rendahnya minat baca masyarakat terutama terhadap informasi yang berkaitan dengan isu-isu negative tersebut. 

Hingga sebuah survey dari CIGI-Ipsos 2016 memaparkan bahwa sebanyak 65 persen dari 132 juta pengguna internet di Indonesia percaya dengan kebenaran informasi di dunia maya tanpa cek dan ricek. Meskipun terlihat remeh, tapi justru itulah yang berpotensi meretakkan kesatuan dan persatuan Indonesia.

Tanpa disadari, minimnya minat baca bisa berdampak sangat fatal terhadap keutuhan negara. Tidak hanya itu, minat baca juga menjadi kriteria untuk mengukur kualitas pendidikan di suatu negara. Di beberapa maju, kualitas pendidikan didorong oleh tingginya minat baca siswa. Seperti di Italia, minat baca dibiasakan sejak dini yakni sekolah dasar. 

Baca juga : Pojok Literasi KKN Universitas Negeri Malang 2021 Desa Kalipare

Bahkan menjadi kewajiban bagi para pelajar Italia termasuk saat libur panjang. Tak heran jika buku-buku sejarah Italia dan novel-novel berbobot diformulasi ke dalam berbagai bahasa, tidak lain tujuannya adalah bisa dibaca oleh pelajar dari sekolah dasar hingga universitas. 

Menurut penelitian Doxa, lembaga peneliti Italia,  anak-anak Italia mendapat julukan "Grandi Lettori" alias pembaca hebat anak-anak karena memang mereka sangat mencintai budaya membaca. Hal ini dibuktikan dengan tingginya persentase biaya pembelian buku orang tua anak. Antara tahun 2015-2016 terjadi kenaikan biaya sebesar 5.3%. 

Bahkan, Doxa juga mengatakan bahwa pengeluaran untuk buku, Koran, dan komik mengalami peningkatan hingga 232 juta euro. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan anak-anak Italia terhadap buku sangat tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun