Mohon tunggu...
Nuri NiaLusba
Nuri NiaLusba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nuri Nia Lusba

Terbentur,terbentur,terbentur lalu terbentuk

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fenomena Culture Shock pada Mahasiswa Rantauan di Madura

27 September 2022   07:31 Diperbarui: 27 September 2022   07:45 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perguruan tinggi merupakan salah satu langkah pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berhasil dan berkualitas. Beragam perguruan tinggi yang berada di Indonesia, namun tidak banyak Perguruan Tinggi yang menjadi favorit oleh calon mahasiswa. 

Banyak Alternatif pilihan untuk melanjutkan pendidikan mulai dari Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, dan Perguruan Tinggi Kedinasan. Mencapai dan mendapatkan kualitas pendidikan yang baik, banyak siswa lulusan SMA, SMK, dan MA yang rela menempuh pendidikan tinggi di luar daerah asalnya dengan kata lain mereka memilih merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. 

Harapan dari Masyarakat  merasa  bahwa Perguruan Tinggi atau Universitas di kota memiliki kualitas yang lebih baik, dan tau bagaimana rasanya jika berjuang untuk pendidikan dalam upaya menselaraskan UUD Bangsa Indonesia dalam mencerdaskan anak bangsa.

Budaya sangat erat kaitanya dengan pendidikan, orang yang dibesarkan dalam budaya tertentu akan belajar sesuai dengan apa yang dibutuhkan budaya tersebut. Indonesia terdiri dari 34 provinsi mempunyai budaya yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. 

Jadi, walaupun manusia secara biologis sama, namun karena pengalaman budaya mereka secara sosial, mereka tumbuh menjadi berbeda berbeda, seperti orang yang didik dalam latar belakang budaya  akan Jawa berbeda dengan orang yang di didik dengan latar belakang Madura . 

Contohnya saja yang paling simpel anak remaja di jawa  pinggir perkotaan memiliki hobby balap liar setiap malam namun saat di Madura pukul 11 malam daerahnya sudah sepi yang mewajibkan tidak bersepedaan karena rawan dengan kejahatan.

Proses interaksi dan penyesuain diri sering kali menimbulkan ketidaksiapan mahasiswa dalam memasuki lingkungan yang di sebut dengan fenomena culture shock. Bentuk culture shock yang dialami oleh mahasiswa berupa perbedaan cara berbahasa, gaya berpakaian, makanan dan kebiasaan makan, relasi interpersonal, kondisi cuaca (iklim), waktu belajar, makan dan tidur, tingkah laku pria dan wanita .

Culture shock ini menjadi  tuntutan dan probelema individu-individu sebagai bentuk penyesuaian yang berada pada level kognitif nya , perilaku, dan psikologi yang dialami oleh seseorang yang berada pada budaya yang berbeda.

Mahasiswa perantauan di Madura  mengalami culture shock yakni penyesuaian diri perihal bagaimana mahasiswa dapat mencapai keseimbangan hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan budaya serta lingkungan baru.  

 Dilingkungan baru terjadi sebuah justifikasi atau reaksi karena menemukan perbedaan budaya dengan asumsi -- asumsi prasangka negatif, dan keraguan dalam berinteraksi antar budaya yang memiliki tindakan stereotip (pencitraan yang buruk) terhadap lingkungan barunya. 

Di Madura khususnya di daerah Bangkalan jarang di temui fasilitas publik seperti Mall , Bioskop, Caf hits,cuaca yang panas , masakan yang kurang selera di lidah dll. Hal tersebutlah menjadi fenomena pada mahasiswa perantauan memberi labbel bahwasaanya orang-orangnya ndeso-ndeso atau biasa disebut kampungan. Tindakan tersebutlah yang memicu pencitraan buruk terhadap suatu lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun