"Tolak ukur tulisan alay bagaimana sih, Ar?" cecar Ra, menodong Ar yang baru saja masuk ke kantor.Â
"Kenapa nanya gue?" balasnya, mendudukkan diri dihadapan Ra.
"Kan, kamu yang sering bilang tulisanku alay," ujar Ra, menatap Ar yang membuka laptop tidak tertarik dengan topik pembicaraan.
"Astaga, Ra, nggak usah dimasukin ke hati lagi, becanda doang, kok," tanggapnya, menatap Ra yang bersedekap.
"Ya gimana nggak masuk ke hati kalau kamu aja ngeledekinnya hampir semua tulisanku, lama-lama kepikiran juga tahu," ujar Ra lagi, membalas tanggapan Ar yang menyebalkan.Â
"Oke, maaf deh, tulisan loh keren kok," balas Ar, meminta maaf yang sekedar ucapan saja dipendengaran Ra.
"Jawab dulu pertanyaanku, tulisan alay tuh bagaimana bentuknya?" todong Ra sekali lagi.
"Ya ampun nih anak, kayak nggak pernah nemu aja," ucap Ar, sembari meminggirkan laptop memfokuskan diri pada Ra yang menekuk wajah.
"Jawab aja sih!"Â
"Tulisan alay itu yang berlebihan gitu loh, kayak gaya penulisannya sengaja dibuat nggak sesuai kaidah penulisan pada umumnya, yah lo juga pasti sering nemu," jelasnya, menunjukkan salah satu tulisan yang sering ia jadikan bahan lelucon.
"Kamu pernah ngejek tulisan atau foto, caption atau ngomentarin orang lain secara langsung enggak?" tanya Ra, menormalkan suara yang hampir saja mengeluarkan tawa.
