Mohon tunggu...
Nurhidayah
Nurhidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Biasa

"Membacalah dan menulis, bentuk peradaban maju di dalam pola pikirmu." - Instagram: hayzdy Linkedin: www.linkedin.com/in/nurhidayah-h-23aab8225

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekarang, Diy!

27 Januari 2023   06:59 Diperbarui: 27 Januari 2023   11:38 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Diya ingin menjadi orang sukses, setidaknya Diya punya cita-cita kecil yang ia harap bisa mengubah hidupnya. Cita-cita yang bagi sebagian orang mungkin tidak layak dikatakan sebagai cita-cita yang berpenghasilan. 

"Aku ingin sePD dia," gumamnya, menatap profil seorang Mahasiswa Psikologi berprestasi yang berseliweran di beranda media sosialnya. 

"Diy, berhasil banyak macamnya, kok, nggak selalu tentang dikenal banyak orang atau menghasilkan banyak uang," ucapnya, mengafirmasi dirinya sendiri. 

Orang-orang bertanya, bagaimana bisa seorang pendiam seperti Diya bisa berhasil, relasi itu penting sedangkan Diya lemah dalam hal komunikasi. 

Diya memang penuh kekurangan, ia bukan dari keluarga kaya, bukan yang terpintar, bukan juga orang yang ramah. Semua yang dimilikinya lebih banyak kekurangan. Satu-satunya kelebihan yang ia syukuri, Diya masih bertahan sampai saat ini mempertahankan kewarasan. 

'Guys, bisa minta tolong, nggak? Ini salah satu tulisanku, mohon kritiknya ya heheh,' tulisnya dalam grup WhatsApp yang beranggotakan 3 orang. 

Beberapa menit berlalu, tidak ada respon, dan sialnya Diya selalu saja berpikir negatif tentang banyak hal. 

'Yah, mungkin aku memang tidak sepenting itu, sepertinya aku salah lagi, tidak seharusnya aku melibatkan orang-orang seperti mereka, kita berteman hanya karena kita bertemu, formalitas basi' ocehnya, menarik pesan dengan kecewa. 

Diya sadar tidak seharusnya ia berprasangka buruk, tidak semestinya ia menyimpulkan sesuatu sendiri apalagi terkait seorang manusia. Tapi Diya bahkan tidak bisa menghentikan dialog-dialog dalam kepalanya. 

Ting!

'Wah, bagus, Diy.' 

Satu notifikasi masuk, temannya membalas setelah 30 menit. Tentu saja di membacanya, Diya lupa temannya menggunakan WhatsApp ilegal. 

Diya acuh tak acuh, mengabaikan pesan dan menonaktifkan WhatsApp. Semua orang akan mengatakan ia buruk, jika mengetahui perangainya satu ini. 

"Musuh terbesarmu adalah kepala yang banyak berpikir negatif, kamu akan sulit bertumbuh dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama prasangka-prasangka yang tidak pasti," bacanya, Diya related dengan hal itu. Dan ia sedang berusaha memperbaiki dirinya yang sudah terlanjur gelap, diliputi pikiran negatif dan rasa tidak suka. 

"Apakah orang seperti dirinya masih bisa selamat? Orang miskin dengan pola pikir miskin," tulisnya di kolom komentar, tentunya dengan akun anonim. 

"Aku nggak tahu dimana awal mula aku menemukan diriku yang seperti ini, siapa yang harus disalahkan dengan keadaan ku saat ini," tuturnya, memenuhi ruang kamar itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab. 

Kata-kata motivasi, afirmasi positif ia tuliskan di sticky notes yang tertempel di dinding kamarnya. Berharap ia masih punya sedikit saja kebaikan dalam dirinya. 

Diya frustasi dengan dirinya, tapi ia tidak boleh mati sebelum ketetapan itu. Ia ingin berubah, sebagaimana waktu yang tersisa, dia ingin ketika menyambut kematian Diya pergi dengan diri yang lebih baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun