Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Guru - Menyelami dan meneladani makna kehidupan

Yakin Usaha Sampai

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Transendental Pemikiran Rene Descartes dalam Aliran Filsafat Rasionalisme

16 Desember 2019   12:01 Diperbarui: 21 Juni 2021   10:08 5194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transendental Pemikiran Rene Descartes dalam Aliran Filsafat Rasionalisme. | Sumber gambar: knappily.com

Bapak dari aliran filsafat rasionalisme adalah Rene Descartes, beliau adalah seorang pelopor bapak filsafat abad modern. Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. Rasionalisme merupakan salahsatu paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah yang penting dalam memperoleh pengetahuan dan menguji kevalidatan pengetahuan. Apabila dalam aliran empirisme mengatakan bahwa pengetahuan di peroleh dengan alam objek empiris, sedangkan aliran rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau logika. (Tafsir, 2001: 127)

Secara etimologis rasionalisme berasal dari bahasa inggris rationalism, term ini berasal dari kata ratio yang berarti akal. Jadi rasionalisme adalah pandangan bahwa pengetahuan diperoleh, tidak lewat pengalaman melainkan diturunkan lewat asas-asas apriori. Tidaklah mudah untuk membuat definisi tentang rasionalisme sebagai suatu metode memperoleh pengetahuan, karena aliran ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan bersumber dari akal, bukan berarti rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman dipandang sebagai perangsang pikiran. 

para penganut aliran ini berasumsi bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita dan bukan-nya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjukkan kepada kenyataan maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

Descartes menyusun argumentasi yang kuat yang disttinch yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat harus akal bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci bukan yang lainnya. Descartes telah lama merasa pergolakan terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban, apabila dibandingkan dengan perkembangan filsafat sebelum zamannya, ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan melambannya perkembangan itu, ia ingin filsafat dilepas dari dominasi agama Kristen, ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat yunani, yaiu filsafat yang berbasis pada akal. ia ingin menghidupkan kembali rasionalisme yunani. (Tafsir, 2001: 128)

Baca juga: Sintesis Rasionalisme dan Empirisme, Sebuah Kritik Immanuel Kant

Rasionalisme sebagai pengetahuan deduktif.  Descartes berusaha menemukan sesuatu kebenaran yang tidak dapat diragukan yang darinya dengan memakai metode deduktif dapat disimpulkan bahwa semua pengetahuan kita. Ia yakin bahwa kebenaran-kebenaran seperti ini adalah kebenaran-kebenaran yang dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi, sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan, akal budi dapat dipahamkan sebagai sejenis perantara khusus yang dengan perantara tersebut dapat dikenal kebenaran dan sebagai suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran. (Kattsoff, 2004: 135)

Dapatlah dikatakan bahwa bagi seorang penganut rasionalisme, pengetahuan diperoleh melalui kegiatan akal pikiran atau akal budi ketika akal menangkap berbagai hal yang dihadapinya, pada masa hidup seseorang mengenai kedudukan ontologis dari suatu yang diketahui, seperti halnya pengalaman, orang mengatakan bahwa apa yang dialami tentu mempunyai hakekat yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang alat inderawi. Begitupula dengan akal terdapat ketentuan bahwa apa yang diketahui pasti dalam hal tertentu, mempunyai hakekat yang sedemikian rupa sehingga dapat diketahui oleh akal.

Pengalaman merupakan pelengkap bagi akal. Seorang penganut rasionalisme tidaklah memandang pengalaman sebagai hal yang tidak mengandung nilai, bahkan sebaliknya ia mungkin mencari pengalaman-pengalaman selanjutnya sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya untuk memperoleh kebenaran. Dan mungkin akan mengadakan perbedaan antara pengetahuan dengan pendapat.

Pengetahuan merupakan hasil kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang tidak jelas yang timbul dari indera, ingatan atau angan-angan kita. Contohnya seperti: saya melihat suatu pohon maka saya tidak mempunyai pengetahuan, melainkan hanya pendapat, karena saya membuat pernyataan itu sebagai hasil penyimpulan yang diperoleh dari tangkapam penglihatan mata tertentu dan dari ingatan-ingatan tertentu yang sekarang saya punya.

Mata saya mungkin menipu saya atau ingatan, saya hanya dapat mengatakan bahwa saya melihat pohon dan sebagai akibatnya saya tidak dapat mengatakan, bahwa saya mempunyai pengetahuan tentang pohon. Tetapi jika saya mengatakan bahwa 2+2= 4 atau bahwa bagi setiap kejadian tertentu ada alasan mengapa hal itu terjadi, maka saya mempunyai pengetahuan mengenai hal-hal tersebut berdasarkan atas penalaran. Ini bukan sama sekali masalah pendapat, karena tidak mungkin mengingkarinya atau bahkan untuk memahami sesuatu seperti bahwa 2+2= 5 atau bahwa ada kejadian-kejadian yang tidak beralasan untuk terjadi. Kita tidak dapat membayangkan dalam pikiran tentang dunia yang kacau balau. Bagi seorang penganut rasionalisme ukuran kebenaran ia kemustahilan untuk mengingkari dan untuk dipahamkan yang sebaliknya.(Kattsoff, 2004: 136-137)

Descartes memiliki metode yaitu dikenal dengan metode kesangsian dan "cogito ergo sum" dengan metode tersebut ia memahami sebagai aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menemukan fundamentum certum et inconssum veritatis ( kepastian dasariah dan kebenaran yang kokoh), metode tersebut di sebutnya le doute methhodique ( metode kesangsian).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun