Oleh karena itu, permenungan rasionalitas Descartes yang menegaskan Cogito Ergo Sum "Saya berpikir maka saya ada", dibalik secara ekstrem oleh eksistensialis dengan pernyataan: "Saya ada, maka saya berpikir" (Sutrisno 1992). Aliran ini lebih menekankan perhatiannya pada subyek, bukan pada obyek, hal ini tentu saja berbeda dengan fenomenologi yang lebih menekankan hubungan subyek dan obyek pengetahuan dengan intensionalitasnya, maupun dengan filsafat bahasa yang lebih menyoroti obyek.Â
Eksistensialisme tidaklah sekedar menunjukkan suatu sistem filsafat secara khusus, karena setelah melalui berbagai perkembangan, istilah ini telah meresapi banyak bidang di luar filsafat, seperti psikologi, seni, sastra, drama, dan sebagainya.Â
Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara bermacam-macam filsafat yang biasa diklasifikasikan sebagai filsafat eksistensialis, tetapi meskipun demikian terdapat tema-tema yang sama yang memberi ciri kepada gerakan-gerakan eksistensialis (Yunus 2011).
SUMBER :Â
Sutrisno, FX. Mudji. 1992. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta: Kanisius.
Yunus, Firdaus M. 2011. "KEBEBASAN DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE Firdaus M. Yunus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh." Al-Ulum 11(2):267--82.
Zamroni. 2009. "Perkembangan Teknologi Komunikasi Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan." Jurnal Dakwah X.