Di Pulau Sarinah, Kabupaten Sidoarjo, ada banyak penyebab konflik tanah. Beberapa di antaranya adalah pemanfaatan lahan tambak, ketidakjelasan tentang status kepemilikan lahan, dan kurangnya sosialisasi tentang batas wilayah. Warga Desa Kedungpandan (Sidoarjo) dan Desa Pulokerto (Pasuruan) berselisih atas lahan di pulau ini, yang menyebabkan perebutan sumber daya alam.
Endapan lumpur Lapindo membentuk pulau Sarinah. Kedua desa mengklaim tanah tersebut sebagai bagian dari wilayah masing-masing, yang memicu konflik. Orang-orang di Desa Pulokerto memiliki surat izin pengelolaan dan SPPT Pajak yang terdaftar di Kabupaten Pasuruan, tetapi mereka merasa dirugikan karena pajak tidak diurus di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Pulau Sarinah, yang memiliki luas sekitar 94 hektar, memiliki potensi untuk berubah menjadi tempat wisata alam. Petani tambak atau nelayan yang menanam berbagai macam bibit ikan, udang, kepiting, dan kerang membutuhkan lahan tambak di sekitar pulau. Karena konflik ini terjadi antara masyarakat dengan masyarakat, itu termasuk dalam kategori konflik horizontal.
Kepala Desa Kedungpandan dan warganya memperoleh keuntungan dari mengelola lahan dengan menjual kerang, kepiting, dan udang. Seringkali, konflik terbuka terjadi antara dua desa yang memperebutkan tanah.
Konflikt tanah di Pulau Sarinah, Kabupaten Sidoarjo, adalah masalah yang rumit dan berakar dari banyak faktor yang berkontribusi pada kemiskinan dan disparitas pendapatan di daerah tersebut. Â
1. Penyebab konflik tanah:Â
A. Ketidakjelasan status kepemilikan: salah satu penyebab utama konflik adalah ketidakjelasan mengenai status kepemilikan lahan. Â Menurut Peraturan Permendagri No. 47 Tahun 2007, warga Desa Kedungpandan dan Desa Pulokerto saling mengklaim tanah di Pulau Sarinah, yang sebenarnya merupakan wilayah Kabupaten Sidoarjo.Â
B. Persaingan Sumber Daya Alam: Sumber daya alam Pulau Sarinah sangat menguntungkan, terutama untuk pertanian tambak. Â Ketegangan antara kedua desa meningkat karena sebagian besar penduduk bergantung pada hasil tambak.
C. Distribusi Tanah Yang Tidak Merata: Konflik ini juga disebabkan oleh masalah distribusi tanah yang tidak merata di Indonesia.Â
D. Kurangnya sosialisasi pemerintah: Situasi diperburuk oleh kurangnya sosialisasi pemerintah mengenai batas wilayah dan hak kepemilikan tanah, yang menyebabkan ketidakadilan dalam akses terhadap lahan. Hal ini menyebabkan perselisihan dan klaim sepihak dari setiap desa.
2. Dampak Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan:Â
A. Keterbatasan Akses Ekonomi: Akibat konflik ini, sebagian besar orang telah kesulitan mendapatkan akses ke sumber daya ekonomi, terutama bagi mereka yang tidak memiliki hak tanah resmi. Ini dapat meningkatkan kemiskinan di kalangan penduduk desa yang merasa terpinggirkan.Â