Mohon tunggu...
Nur Budi
Nur Budi Mohon Tunggu... Lainnya - Tebarkan benih kebaikan... maka akan tumbuh mekar bunga-bunga pahala...

"Dialah yg menjadikan utk kamu bumi yg mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu kembali stlh dibangkitkan" (QS Al-Mulk : 15)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tetap Hepi Saat Isolasi Mandiri

3 Maret 2021   22:53 Diperbarui: 25 Juli 2023   10:26 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 12 Desember 2020 pagi  saya  merasakan tidak enak badan; demam  batuk, sedikit pilek dan tulang serasa ngilu. Saya pikir ini merupakan efek kecapekan karena sehari sebelumnya, bersama beberapa teman, saya sepedaan dari wisata De Djawatan, Banyuwangi Jawa Timur dan finish di Pantai Grajagan sejauh 20an Km. Jarak yang tidak seberapa sebenarnya untuk ukuran saya bersepeda. 

Memang setelah finish dilanjut jalan kaki naik ke hutan lindung untuk melakukan kegiatan seremoni menanam pohon. Karena demam tetap meninggi, siangnya saya periksa ke dokter dan diberikan obat penurun panas serta vitamin. Esok harinya badan lumayan enak bahkan saya masih sepedaan karena sudah janji bersama istri dan anak ragil saya. 

Setelah tiga hari obat habis, badan kembali demam dan tetap batuk, tetapi tidak lagi pilek. Saya membeli penurun panas dan obat batuk. Karena tidak juga membaik,  masih demam, batuk dan bahkan penciuman tidak berasa sama sekali, ditemani istri tercinta, pada 18 Desember saya kembali ke dokter. 

Oleh dokter, kembali diberi obat penurun panas dan di klinik tersebut dilakukan swab antigen. Hasilnya saya positif Covid-19 dan istri negatif. Saya tanya ke dokter, apakah saya perlu lanjut dengan swab PCR. Dokter menyerahkan keputusan ke saya sembari menyatakan bahwa sepanjang menangani pasien yang reaktif/positif antigen biasanya postif juga PCR. 

Saya disarankan untuk isolasi mandiri di rumah dari pada di rumah sakit. Pada kondisi saat ini, di rawat di RS malah tidak optimal, selain karena banyaknya pasien Covid juga lingkungan udara di RS tidak sebaik di rumah sendiri. 

Dokter juga sampaikan kalau dalam perkembangannya ada keluhan berat misalnya sesak napas, harus segera dirawat di RS. Beruntung kebetulan anak-istri pas di Banyuwangi, padahal biasanya saya membujang karena anak isteri berada di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Menurut dokter tidak masalah isolasi di rumah sementara ada anggota keluarga lain yang sehat asal tidur terpisah, penggunaan alat mandi terpisah meski pada kamar mandi yang sama.

Jadilah kami tidur trpisah. Saya jalani isman di rumah dengan pantauan melalui Whats app (WA) oleh klinik tempat saya periksa dan Puskesmas tempat saya tinggal. Kami siapkan masker yang cukup dengan membeli dari apotek dekat rumah. Protokol kesehatan kami terapkan dengan ketat. 

Semua anggota keluarga selalu memakai masker meski di dalam rumah. Tetapi anak-anak terutama anak saya yang mbarep yang cewek seperti parno, kalau ketemu saya sepertt melihat hantu, langsung pergi menghindar. 

Saya lebih banyak mengurung diri di kamar, kecuali pagi hari, senam-senam ringan dan berjemur. Selain obat dan vitamin dari dokter, saya mengkonsumsi madu, mengoles kayu putih di lobang hidung sekalian untuk test indra penciuman dan konsumsi obat herbal produksi Tiongkok. 

Kebetulan saya mendapat kiriman obat yang sama persis dr empat pihak (dari bagian SDM kantor Surabaya, teman kerja dari Jember, adik sepupu dari Probolinggo yang saat itu juga lagi kena Covid dan dari seorang teman istri di Salatiga).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun