Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mutilasi Perempuan Separuh Baya di Sebuah Halte

11 Desember 2010   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:50 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sore ini aku mendapatkan berita dari paman, adik dari ipar kakekku meninggal. Paman sudah menelepon berarti aku harus pulang. Sementara 2 jam yang lalu aku mendapati Bossku uring-uringan karena anak perempuan satu-satunya sedang terkapar koma karena over dosis. Satu jam berikutnya, calon istriku mengabarkan untuk menghubunginya di nomor CDMA karena blackberrynya raib di lobby sebuah hotel dan dia terus mengomel sepanjang waktu. Berita dari paman adalah satu jam setelah itu.

***

Pagi yang mendung tidak membuatku malas untuk pergi. Setelah sore kemarin aku tidak berhasil mendapatkan tiket pulang. Pagi ini aku berangkat pulang. Langkahku aku gegas untuk segera sampai di Halte. Halte ini sangat kotor. Hanya jadi tempat persinggahan. Besi-besinya berkarat dan menebar bau karat. Pernah suatu sore di malam minggu aku duduk di situ dan hasilnya semua badanku bau karat besi. Malam minggu yang seharusnya aku isi dengan bercinta menjadi bertengkar. Ah sebuah ingatan yang semakin mengganggu pikiranku yang sudah tidak karuan dari kemarin sore. Halte ini masih sepi sampai seorang perempuan separuh baya datang menghampiri.

“Mas mau beli daging gak?”
“Maaf, tidak. Saya mau pulang kampong bu”

Aku langsung bereaksi cepat. Situasiku membuat aku tanpa basa basi

“Ini daging suami saya lho. Suami saya gemuk dan sangat bergizi pasti”

Hah?! Aku segera melotot ke arahnya. Apa-apaan ini? Aku sudah sangat bermasalah. Dan rasanya aku ingin menginjak-injak senyum perempuan ini. Sialan!

“Bu, maaf jangan becanda. Saya lagi stress. Ibu mau saya mutilasi nanti?”
“hahahaha … maaf mas saya tidak becanda. Ini hasil potongan-potongan daging suami saya. Nih mau lihat”

Anjrit! Ogah. Aku segera menggeleng tegas dan memalingkan muka. Hatiku deg-degan. Iya gitu? Perempuan ini sudah memutilasi suaminya? Terdengar bunyi kresek-kresek perempuan ini membuka kreseknya. Jantungku berdegup dengan kencang.

“Sudah bu. Saya tidak bisa melihat darah atau daging mentah. Nanti saya malah muntah”
“Kenapa? Anda kan punya daging juga? Lihatlah”

Ah! Bangsat! Aku sepintas melihat daging dan memang itu daging. Apakah itu daging manusia? aku juga sekilas melihat ada mata! Ah! bangsat! perempuan paruh baya ini sudah gila!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun