Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mari Menonton Sinetron Indonesia

4 Oktober 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:44 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Prinsip dasar sebuah film adalah Ilusi. Kita sedang menonton ilusi. Prinsip-prinsip ilusi yang mungkin bisa saya gambarkan mungkin seperti ini : adegan sarapan pagi, seorang yang makan satu piring nasi goreng (yang mungkin menghabiskan 10-15 menit) tetapi dalam film bisa jadi hanya disajikan dalam beberapa detik saja. kita ‘dipaksa’ memahami sebagai 10-15 dan kita sepakat adegan yang cuma 10 detik itu sebagai sarapan 15 menit. Satu hal untuk mendukung sebuah ilusi adalah continuity. Continuity, adalah sebuah kesinambungan atau berurutan. Joseph V. Masceli menempatkan Continuity sebagai salah satu prinsip dari 5 prinsip C (the Five C’s of Cinematography : Camera Angle, Continuity, Cutting, Close-Ups dan Composition). Saya kutipkan penjelasan dia yang sangat sederhana tentang continuity. A professional sound motion picture should present a continuous, smooth. logical flow of visual images, supplemented by sound, depicting the filmed event in a coherent manner. It is the continuous aspect of a motion picture; it is Continuity that decides success or failure of the production. A picture with perfect continuity is preferred because it depicts events realistically. A picture with faulty continuity is unacceptable, because it distracts rather than attracts. This does not imply that action should flow smoothly across every cut in a motion picture. (Joseph V. Mascelli, The Five C’s of Cinematography, Hal 67) Mascelli menitik beratkan continuity pada gerak. Sambungan shot demi shot harus menggambarkan sebuah kondisi yang berurutan karena jika tidak it will distract than attract. Selanjutnya mascelli menyoroti tentang waktu dan ruang (time and space). Time and space continuity berefek pada adegan dan rangkaian plot cerita keseluruhan. Dari sini muncullah teknik pem-film-an, salah satunya adalah teknik master scene. [caption id="attachment_278047" align="aligncenter" width="300" caption="teknik master scene, dari buku Joseph V. Mascelli, The Five C’s of Cinematography"][/caption] dalam teknik master scene, semua adegan diambil dari awal hingga akhir, baik itu yang close up maupun yang longshot. Semuanya akan disambung dalam proses editing. Dari gambar di atas tampak 2 orang sedang bercakap. Terlihat long shot yang memperlihatkan mereka sedang dimana dan dalam ruang apa. baru kemudian ketika sutradara menginginkan detil ekspresi wajah, disajikanlah gambar close up. Dengan teknik ini antara longshot dan close up mempunyai continuity gerak yang enak diikuti. Saya 'mencuplikan' teknik pemfilman ini ingin mengajak anda menonton sinetron Indonesia, khususnya sinetron striping (tayang tiap hari). Anda akan banyak menjumpai gambar Close up tanpa longshot (dalam gambar diatas juga bisa disebut twoshot). Dalam bahasa sederhananya, anda akan menonton wajah bicara (gambar 2 dan 3) tanpa gambar 1. seolah-olah 2 orang sedang bicara, tapi saya selalu bingung mereka bicara dimana dan dalam situasi seperti apa. Seringkali sinetron kita menyajikan seperti ini karena mungkin sulit mempertemukan 2 artis dalam longshot hingga akhirnya penonton harus 'ditipu' dengan close up yang disambung-sambung. Ini bukan audio visual, ini sandiwara radio. Dua orang bicara tanpa kita bisa menikmati latar belakang tempat dan situasinya. dari sisi manajemen produksi mungkin ini memberikan keuntungan yang luar biasa, namun dari sisi 'keseriusan niat' produksi ini tidak bisa diterima. Terus terang saya kaget ketika banyak menjumpai gambar-gambar close up tanpa two shot dalam sinetron striping, saya fikir para profesional itu akan punya keseriusan tinggi dalam berkarya ternyata seadanya saja. Sinetron masih merupakan salah satu pilihan gratis menghibur diri. Saya nonton sinetron seringkali bersama ibu saat pulang. Saya tidak mungkin memaksakan nonton sepakbola atau F1 yang tidak beliau suka. dan seringkali saya kaget saat menjumpai 'teknik' ala kadarnya asal jadi. ini masih teknik dasar sinematografi, yang juga masih bermasalah, belum lagi plot cerita, akting yang juga ala kadarnya. Tapi ibu menikmati kok, walau saya gregetan dalam hati. Tapi ratingnya tinggi kok, walau banyak orang geregetan dalam hati. tapi pasar menikmati dan sold out, berarti bagus kan? Mungkin sedikit referensi ini bisa membuat anda lebih bisa menikmati sinetron Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun