Mohon tunggu...
Nur Arviyanto Himawan
Nur Arviyanto Himawan Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pembelajar

Seorang pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Wanita Indonesia (Kembali)

21 April 2017   13:27 Diperbarui: 21 April 2017   22:00 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini saya tergelitik untuk menuliskan curahan hati saya tentang wanita Indonesia. Hari ini, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini oleh bangsa Indonesia. Bukan hanya sebagai peringatan atas kelahiran salah satu tokoh wanita Indonesia, namun juga menjadi simbol kebangkitan wanita Indonesia dalam melawan kekekangan zaman atas hak-hak yang tak terpenuhi dulu kala. Seperti yang kita ketahui bahwa zaman dahulu banyak sekali pengkerdilan hak-hak wanita atas dasar budaya ataupun aturan kolonial.

Dari adanya pengkerdilan hak itulah, muncul tokoh-tokoh yang menyuarakan pemikirannya tentang pembebasan hak yang seharusnya wanita terima sebagai sesama manusia. Tokoh yang gencar melawan tentunya dari kalangan wanita sendiri, sebutlah R.A. Kartini, Hj. Rangkayo Rasuna Said, Dewi Sartika, dll. Buah pemikiran mereka menjadi inspirasi bagi para wanita lain untuk ikut memperjuangkan hak-hak yang notabene seharusnya mereka terima. Jika kita lihat secara umum, buah pemikiran mereka berusaha melawan doktrin-doktrin yang berasal dari budaya ataupun aturan kolonial. Ambilah contoh bagaimana seorang Kartini yang menuntut pendidikan tinggi bagi wanita. Mungkin pembaca yang orang Jawa tahu bahwa dulu masyarakat Jawa menganggap wanita tak perlu mendapatkan pendidikan tinggi. Toh, ujung-ujungnya kehidupan wanita ada di dapur, kasur dan sumur. Seorang Kartini melawan salah satu doktrin budaya yang membatasi hak wanita itu dengan pemikirannya, yang boleh dikatakan pemikiran radikal kala itu.

Itu salah satu contoh besar bagaimana perjuangan wanita dulu kala dalam mendapatkan hak-haknya. Kini wanita Indonesia telah merasakan hasil jerih payah perjuangan mereka. Patutlah kita semua berterimakasih, sehingga dapat menikmati sejuknya emansipasi yang dapat melepaskan dahaga hak-hak yang dikerdilkan. Wanita Indonesia kini memiliki pengetahuan yang luas dan pemikiran yang lebih terbuka.

Namun, dengan adanya pemikiran yang lebih terbuka ini perlu diwaspadai bersama. Banyaknya paham-paham ataupun kultur-kultur dari luar negeri juga menjadi acaman apabila tidak difilter secara baik. Kita sudah tahu sendiri bagaimana pergeseran gaya hidup dan pandangan hidup orang Indonesia yang kebarat-baratan menghilangkan cita rasa kehidupan orang Indonesia, terutama gaya hidup para wanita. Budaya bangsa seakan tergerus arus modernisasi dan globalisasi.

Saudara-saudara ku, terutama para wanita, yang ingin saya tekankan di sini adalah bukan berarti budaya kita terbelakang. Kartini, Rasuna Said, Dewi Sartika dan lainnya, tidak mengajarkan kita untuk menjadi bangsa lain dengan pemikiran yang bebas. Mereka melawan doktrin budaya yang memang bertentangan dengan hak yang seharusnya dimiliki, bukan benar-benar meninggalkan budaya yang melekat sejak mereka lahir. Mereka mengajarkan kita menjadi wanita Indonesia yang berbudaya, namun tetap berpikiran kritis.
 Saudara-saudara ku, marilah menjadi wanita Indonesia kembali dengan Jawa mu, Sunda mu, Minang mu, Dayak mu, Bali mu, Asmat mu, Sasak mu, Bugis mu, dan lainnya.

(Tulisan ini saya dedikasikan untuk Ibu saya, saudari saya, calon pendamping hidup saya, kawan saya, dan para srikandi Indonesia yang tiada bisa saya sebutkan satu per satu. Selamat Hari Kartini, terima kasih atas belas kasih sayang yang mampu menguatkan bangsa)

Gondokusuman, 21 April 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun