Mohon tunggu...
Nur Arviyanto Himawan
Nur Arviyanto Himawan Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pembelajar

Seorang pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Film

"Joker" dan Gerakan Sosial

11 Oktober 2019   16:45 Diperbarui: 11 Oktober 2019   17:05 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film Joker akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, Indonesia salah satunya. Banyak sekali komentar mengenai film ini, tentu saja ada yang suka dan tidak suka. Joaquin Phoenix telah memerankan karakter Joker dengan sangat baik. Ia terlihat sangat mendalami peran tersebut. Hal ini yang membuat banyak orang berharap dia akan memperoleh Oscar. Namun di sisi lain, banyak orang pula yang khawatir akan karakter Joker yang ia dibawakan. Beberapa ulasan psikologi mengenai film ini menyatakan bahwa bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Terlepas dari itu, ada sisi yang menarik dikaji dalam film ini, yaitu gerakan sosial. Saya akan sedikit mengulas bagaimana suatu gerakan sosial dapat timbul. Kejadian bermula ketika terjadinya pembunuhan atas tiga orang pekerja Wall Street oleh Arthur Fleck (nama asli Joker) di kereta bawah tanah. Berawal dari sebuah kesalahpahaman akibat penyakit tawa yang diderita Arthur, menyebabkan ketiga pekerja tersebut tersinggung dan terjadilah pekelahian hingga berujung penembakan.

Setelah kejadian tersebut, muncul berbagai opini di kalangan masyarakat, terutama opini mengenai perlawanan masyarakat kelas bawah kepada masyarakat kelas atas. Hal ini lah yang dijadikan framing oleh media di Kota Gotham. Opini tersebut kemudian viral di kalangan masyarakat Gotham. Masyarakat yang merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari yang tertindas kemudian terpanggil untuk melakukan aksi, mulai dari menggunakan topeng badut hingga demonstrasi di jalanan. Demonstrasi ini berkembang menjadi lebih besar dan terjadi aksi anarkis besar-besaran di Kota Gotham.

Sosok Joker kemudian menjadi simbol dan dijadikan pimpinan gerakan sosial pada film tersebut, ya walaupun memang Joker tidak memiliki motif politik. Hal ini tentunya sudah bukan hal asing bagi kita, dimana orang yang memulai suatu kejadian kemudian menjadi ikon yang terus digaungkan namanya. Kita juga bisa melihat bagaimana besarnya pengaruh opini dan media terhadap timbulnya gerakan sosial. Berawal dari kejadian yang sebenarnya hanya kesalahpahaman saja, namun kemudian pecah menjadi perlawanan antar kelas.

Yang ingin saya tekankan di sini yaitu, kita mengetahui bahwa realitanya memang terjadi gap antar masyarakat. Suatu kejadian yang melibatkan antar orang dari gap sosial yang berbeda dapat diframing dan dibumbui dengan opini, hingga memunculkan isu sensitif. Sekalinya isu sensitif muncul, maka dengan mudahnya timbul gerakan sosial dengan berbagai cara. Hal inilah yang perlu diwaspadai, terutama bagi masyarakat Indonesia yang gemar sekali membaca isu-isu sensitif. Opini-opini yang dibangun sangat berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat dewasa ini. Saya pribadi mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk selalu kritis terharap isu-isu yang beredar. Oleh karena itu, kita harus lebih bijak dalam menyaring informasi dan harus berhati-hati atas framing yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun