Mohon tunggu...
Nur Arfah Mega
Nur Arfah Mega Mohon Tunggu... Lainnya - Pengembang Teknologi Pembelajaran

Menggeluti dunia pendidikan, khususnya pengembangan media pembelajaran sejak 2010. Punya hobi menonton acara masak memasak, namun sama sekali tidak jago masak. Hobi merangkai kata walau kerap terbata-bata. I love Me just the way I am...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran yang Memotivasi di Masa Pandemi

18 April 2020   16:00 Diperbarui: 18 April 2020   16:59 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) telah mengalihkan perhatian dunia. Pengalihan peran dan kegiatan tak terelakkan.  Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Ini bukan pilihan, melainkan keharusan yang membutuhkan ketaatan dan totalitas kita semua untuk menyukseskannya, demi mengurangi penyebaran covid-19. Tak nyaman pasti, tak mudah sudah tentu. Tapi inilah upaya terbaik saat ini. 

Dunia Pendidikan, khususnya pembelajaran, dari level PAUD hingga Pendidikan Tinggi turut terdampak pandemi covid-19. Belajar dari rumah yang sudah berjalan lebih dari satu bulan menghadirkan beragam kisah. Pengalihan peran pendidik, proses pembelajaran, bahkan sistem pendidikan secara mikro dan makro  tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Proses penyesuaian dan perbaikan terus menerus dilakukan setiap elemen agar belajar di rumah tak kehilangan makna dan tetap memotivasi.

Ikhtiar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dilakukan secara nyata dengan menggandeng  lembaga penyiaran publik melalui program Belajar dari Rumah (BDR), yang baru diluncurkan pada 13 April 2020.  Program BDR yang hadir di tengah masa darurat pandemi covid-19 menjadi alternatif solusi dalam menyuguhkan tayangan edukatif, sekaligus membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat. Selain itu, BDR memastikan bahwa dalam masa yang sulit ini masyarakat terus mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dari rumah, salah satunya melalui media televisi (Mendikbud, 12 April 2020, https://www.kemdikbud.go.id/).

Beberapa hari penayangan program BDR menuai ragam respon dari masyarakat. Konten-konten yang ditayangkan menuai apresiasi dalam beragam bentuk dan dikritisi dari berbagai perspektif. Lalu, bagaimana sejatinya kita menyikapi? Ikhtiar Kemendikbud melalui BDR patut diapresiasi. Bahwa konten yang tersaji tak selalu pas untuk semua pemirsa juga bisa terjadi. Kedaruratan keadaan membawa kita pada ketidakidealan dalam berbagai aspek. Tapi, bukan berarti kita tak bisa beradaptasi.

Meskipun program BDR melalui televisi dapat dinikmati langsung dengan menontonnya. Namun, catatan pentingnya adalah perlu upaya penyesuaian dengan kebutuhan peserta didik sebagai subjek pembelajaran, modifikasi yang menuntut kreativitas pendidik untuk mengaitkannya dengan kurikulum, serta strategi dalam mengintegrasikannya dengan pemanfaatan media lainnya. Sementara orang tua juga harus semangat membersamai anak menjalani proses belajar di rumah.

BDR memberi kesempatan pendidik bekerja sama dengan orang tua untuk  berkreasi dalam hal strategi dan materi pembelajaran, untuk menciptakan proses pembelajaran yang bermakna dan memotivasi. BDR juga memberi kesempatan orang tua dan anak untuk mencermati konten yang ditayangkan, mendiskusikannya, serta mengupas makna yang terkandung di dalamnya. Hal positif diapresiasi, jikapun ada hal negatif maka jadi pembelajaran bersama untuk tidak mencontoh atau menirunya.

Jika BDR memerlukan strategi tertentu dalam pemanfaatannya oleh peserta didik, pendidik, dan orang tua, maka satu hal yang juga harus dipastikan adalah terjaganya motivasi untuk belajar. Bagaimana mewujudkannya? Kebanyakan orang tua merasakan beban berat berganda tersemat ketika proses pembelajaran beralih ke rumah. Kendornya semangat anak saat belajar di rumah kerap menciptakan friksi antara anak dan orang tua. Salah satu alternatif pendekatan yang bisa dicoba dan diterapkan para orang tua, termasuk pendidik adalah model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction).  

Model ARCS adalah pendekatan desain instruksional yang berfokus pada aspek motivasi lingkungan belajar. Model yang dikembangkan oleh John Keller mengkategorikan  empat komponen motivasi: membangkitkan minat, menciptakan relevansi, mengembangkan harapan keberhasilan, dan menghasilkan kepuasan melalui penghargaan intrinsik/ekstrinsik.  Model ARCS membantu perancang pembelajaran (pendidik), yang pada masa darurat pandemi covid-19 ini sebagian besar beralih ke tangan orang tua, dalam menstimulasi motivasi belajar di rumah. 

Belajar di rumah tak selamanya mudah. Tugas dan aktivitas yang diarahkan oleh pendidik melalui beragam moda (mayoritas daring) bekerja sama dengan orang tua harus dapat menarik perhatian anak atau peserta didik. Jadikan setiap awal proses belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan, menggugah rasa penasaran, menarik perhatian, dan membangkitkan minat (Attention). Minat yang tinggi akan mendorong eksplorasi lebih lanjut terhadap materi. Awali pemberian materi dengan pertanyaan reflektif tentang “Apa untungnya/manfaatnya mempelajari materi?”.

Relevansi antara materi yang dipelajari (Relevance) dengan kebutuhan anak, serta keterkaitannya dengan kehidupan nyata (kontekstual), akan menambah daya tarik pembelajaran. Tumbuhkan rasa percaya diri (Confidence) dalam diri anak, bahwa ia dapat memilah dan memilih konten positif dan bermanfaat, mempelajari materi dengan baik, memecahkan masalah yang mungkin ditemui, serta menajamkan keyakinan bahwa dengan potensi yang dimiliki, anak dapat mencapai keberhasilan. Terakhir, apresiasi usaha dan pencapaian anak atas setiap proses pembelajaran yang dilakukan (Satisfaction).

Apresiasi yang dimaksud tidak melulu berbentuk “benda” atau “nilai” yang bagus. Pujian, komentar, belaian, tatapan penuh bangga,  bisa diberikan sebagai bentuk apresiasi dari orang tua dan guru atas setiap usaha anak.  Beri kesempatan kepada anak untuk menunjukkan keberhasilannya mempelajari materi melalui beragam bentuk: tulisan, lisan, visualisasi (gambar), video, dan lain sebagainya. Dengan demikian, anak difasilitasi untuk mengaktualisasikan diri sesuai karakteristiknya.

Fokus pembelajaran melalui televisi di masa pandemi sejatinya diarahkan untuk peningkatan literasi, numerasi, dan penumbuhan karakter peserta didik. Karena itu, dalam pemanfaatannya oleh pemirsa (peserta didik, pendidik, orang tua) haruslah bersifat dinamis. Mendikbud  menegaskan bahwa gotong royong adalah kunci pembelajaran di masa darurat. Itu artinya keterbukaan terhadap konten positif perlu terus diupayakan, agar keragaman konten edukatif terus mewarnai program BDR dan memperkaya sumber belajar bagi peserta didik. Tentu saja dengan memerhatikan norma dan kesesuaian dengan nilai dan budaya Indonesia.

Semangat untuk terus berjuang melawan covid-19, salah satunya dengan menyukseskan proses belajar dari rumah bukan perkara individu. Kolaborasi dan sinergi pemerintah, pendidik, peserta didik,  orang tua, dan masyarakat menjadi katalisator terwujudnya ekosistem pendidikan. Interaksi dan antarpelaku pendidikan atau pemangku kepentingan di bidang pendidikan menjadi kata kunci dalam sebuah ekosistem pendidikan. Interaksi yang dimaksud dalam sebuah ekosistem pendidikan tentu saja membutuhkan sarana komunikasi yang tepat agar dapat berlangsung efektif. Pemanfaatan media televisi dan media lainnya merupakan alternatif untuk menggiatkan interaksi yang diharapkan terjadi dalam ekosistem pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun