Mohon tunggu...
Nur Ansar
Nur Ansar Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja lepas

Sesekali jalan-jalan dan baca buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kampung Kenangan

14 Juli 2017   14:39 Diperbarui: 14 Juli 2017   14:43 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinding rumah itu berwarna biru. Sudah berlumut, dan warna cat nya sudah memudar. Tak pernah diperbarui. Alang-alang tumbuh di sela --sela pagar rumah. Pagarnya terbuat dari bambu, sudah berlumut dan juga dimakan rayap. Bunga-bunga di halaman tumbuh tak terawat. Bunga melati mekar tepat di samping pagar. Daun-daun kering berserakan di pekarangan rumah. Tampak tak pernah dibersihkan.

Hujan mengguyur kota malam itu, dan tentu saja pinggirannya. Angin bertiup kencang, pohon-pohon bergerak-gerak seolah ingin tumbang. Suara hujan membuat atap menjadi berisik. Atapnya dari seng. Air merembes ke lantai, melalui lubang-lubang kecil yang ada pada seng. Lantai basah dibuatnya, baskom dan ember dibuat sebagai wadah agar air tak lagi membasahi lantai.

Amin berada di dapur memasak nasi. Ia memasak dengan tungku yang bahan bakarnya dari kayu, karena kebetulan gas kompornya sudah habis. Asap mengerumuni dapur saat ia memasak. Lauk pauk sudah ia masak. Lauk pauk nya sayur kelor dan juga ikan bakar. Tak banyak yang Amin siapkan, hanya cukup untuk ia makan sendiri. Sangat pas ia nikmati di kala hujan.

Pagi hari, hujan mulai reda, Amin berangkat ke tempat ia bekerja. Dengan mengendarai motor tua, menyeberangi jembatan di atas sungai kecil yang tak jauh dari rumahnya. Sampah-sampah yang hanyut memenuhi sungai terlihat. Dalam perjalanan menuju tempat dimana ia bekerja, tak terlalu padat kendaraan. Air hujan masih tergenang di lubang-lubang jalanan.

Amin bekerja di perkebunan kapas. Jauh dari kampung di mana ia lahir. Ia bekerja di perkebunan kapas sudah lima tahun. Merantau sejak lulus SMA, karena tak bisa lanjut kuliah. Tidak lanjut kuliah,akhirnya ia memilih menjadi buruh. Tak ada lahan yang bisa digarap, itulah yang membuat Amin merantau.

Hari itu, sudah waktunya untuk menanam kapas. Amin sudah menggunakan seragam yang biasa ia gunakan. Bibit sudah siap, lahan sudah digemburkan dengan mesin traktor. Sisa Amin dan kawan-kawannya tanami. Menanam dan terus menanam sampai memenuhi target yang ditentukan. Mereka harus menanami lahan seluas tiga hektar. Selama setengah hari,Amin dan teman-temannya sudah menanami lahan seluas satu setengah hektare. Mereka beristirahat sejenak.

Tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi. Sudah bergantung pada pupuk kimia. Tanahnya begitu keras saat kering di musim kemarau dan susah untuk menyerao air saat hujan. Tanah yang begitu luasnya, tak ada pohon untuk berteduh saat panas.pohonnya sudah habis ditebang dan menjadi lahan menanam kapas. Saat menanam saat matahari terik, akan membuat cepat gerah karena panas.

Beristirahat di bawah tenda berwarna biru yang mereka bangun di tengah tengah perkebunan. Mereka bercanda untuk menghilangkan lelah. Dan juga menikmati kopi dan rokok bagi yang merokok. Sesekali mereka bercerita tentang apa yang akan mereka kerjakan saat mereka tak lagi bekerja di perkebunan tersebut.

Setelah mereka beristirahat, mereka melanjutkan kerjaannya. Tapi kali ini, langit mulai mendung, pertanda sebentar lagi turun hujan. Mereka mempercepat pekerjaannya, takut hujan turun sebelum kerjaannya selesai. Mereka terus menanam hingga jam pulang tiba. Dan celakanya, hujan ternyata tak turun juga.

Sepulangnya ia dari tempat kerja, beristirahat sejenak di teras rumah sambil menghisap sebatang rokok. Amin memandangi pekarangan rumahnya yang mulai terlihat gelap karena sudah menjelang malam. Ia tak berlama-lama duduk di teras rumahnya, setelah sebatang rokoknya habis dihisap, Amin masuk ke rumah. Menuju kamar mandi dan selanjutnya beristirahat.

Angin bertiup agak kencang, ranting-ranting kering pohon berjatuhan di atas seng. Hujan sepertinya akan turun lagi. Benar saja, tak lama kemudian hujan kembali mengguyur. Amin masih mempersiapkan makan malam. Ia tinggal sendiri di rumah sederhana itu. Betapa kesepian menyelimuti kesendiriannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun