Mohon tunggu...
Nuranida Hasanah
Nuranida Hasanah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

living like the sun that always sincerely spread benefits even though sometimes hated

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekspetasi dan Realita Kebebasan Pers di Indonesia

20 Januari 2021   22:25 Diperbarui: 20 Januari 2021   22:42 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara hukum yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Tak hanya dalam pemerintahan, nilai-nilai demokrasi juga diterapkan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Secara etimologi, kata demokrasi berasal dari Bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Demokrasi merupakan asas dan sistem yang paling baik di dalam sistem politik dan ketatanegaraan kiranya tidak dapat dibantah.(Huda, 2014) 

Secara sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai kekuasaan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Dengan adanya demokrasi masyarakat dapat dengan bebas untuk mengembangkan diri dan potensinya. Dalam negara demokrasi masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan kebebasan mengakses dan menerima informasi. Dan hak tersebut telah diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan bahwa “Setiap orang berhak dan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya” dan “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.” 

Dan hak untuk tahu juga merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia, karena hal tersebut telah dijamin dalam Pasal 18 F UUD 1945 bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi. Karena hak mendapatkan informasi telah menjadi hak yang melekat pada setiap wagra negara, maka di dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (3) bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh secara cepat dan tepat waktu.

Untuk menjamin terpenuhinya hak warga negara Indonesia dalam mendapatkan informasi diperlukannya kehadiran lembaga yang dapat menjadi penyedia informasi bagi masyarakat. Dengan dilatar belakangi kebutuhan akan hal tersebut terbentuklah pers. Keberadaan pers sendiri mempunyai dampak luar biasa dalam kehidupan masyarakat. Media pers menjadi media masyarakat untuk mengakses berbagai informasi atau peristiwa yang ada di berbagai belahan dunia. 

Pengertian pers sendiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan Jurnalistik sendiri merupakan kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik dengan menggunakan berbagai jenis saluran media yang tersedia.

Jika dikaitkan dengan nilai demokrasi, peran pers tidak hanya sebatas menyampaikan informasi. Pers memiliki peran sebagai alat kontrol pemerintahan. Secara sederhana pers memiliki hak untuk mengkritik baik dalam bentuk berita atau informasi yang dikeluarkan oleh pers terkait berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Selain itu, peran pers bagi negara demokrasi adalah untuk menjamin proses akuntabilitas publik dapat berjalan dengan lancar. 

Pers sebagai penyedia informasi diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual, terdepan, terpercaya serta mengedukasi bagi masyarakat.  Namun, dalam menyajikan informasi tak jarang pers harus mengalami kesulitan dan bahkan mengalami tindak kriminalisasi. Namun, saat ini kriminalisasi terhadap pers baik dalam bentuk fisik maupun nonfisik terus menerus terjadi. 

Menurut Lembaga Bantuan Hukum Pers di tahun 2020 ini tercatat sebanyak 117 kasus kriminalisasi pers dan hal ini meningkat lebih dari 30% dari tahun sebelumnya. Seperti dalam demonstrasi Omnibus law terjadi lebih dari 70 kasus kriminalisasi terhadap pers. Terlebih lagi beberapa undang-undang baru yang justru seringkali dijadikan senjata oleh beberapa pihak untuk menuntut jurnalis atas pemberitaan yang beredar. Banyak pihak yang menuntut pihak pers dengan dalih pelanggaran privasi ataupun pencemaran nama baik. Padahal kebebasan pers dalam meliput sudah diatur dalam undang-undang dan berita yang akan dipublikasikan juga harus selalu memperhatikan kode etik pers.

Kriminalisasi merupakan proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana.(Sudarto,1986) Kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan pemerintah mengenai perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat dikategorikan sebagai tindakan pidana dan dapat dikenakan sanksi bagi pelakunya.(Soekanto, 1981) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun