Beberapa hari lalu saya, rekan guru, dan murid-murid saya, SMA Islam Hidayatullah Semarang berkunjung di desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Sebuah desa eksotis (istilah yang tepat menurut saya) yang dihuni oleh masyarakat Suku Osing. Akhir-akhir ini, Banyuwangi menjelma memang menjadi salah satu destinasi pilihan untuk disinggahi.Â
Sebuah tempat yang mungkin dulu hanya menjadi tempat mampir (bahkan hanya tempat buang air kecil) para wisatawan yang akan melanjutkan perjalanan ke Bali. Kini fenomena itu telah berubah, Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, menyulap Banyuwangi khususnya Suku Osing Desa Kemiren menjadi daya tarik baru.
"Leluhur kami berpesan, bahwa sebaiknya masyarakat menikah dengan sesama warga masyarakat Osing. Oleh karena itu kami masih bisa menjaga dengan baik adat dan budaya kami." Ujar Herman, salah satu pengurus Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Kemiren. Demikianlah masyarakat hari demi hari melestarikan  budayanya.
Hebatnya mereka tetap percaya diri memakai bahasa tersebut. Muhamad Edi Saputro, ketua Pokdarwis menyampaikan bahwa justru saya bangga sekali menggunakan bahasa asli Osing. Saya menjadi diri saya sendiri dan saya tunjukkan bahwa Suku Osing tidak kalah menariknya dengan masyarakat lain.
Para pengunjung bisa mencicipi dan bahkan bisa langsung praktik cara pembuatan kopi mulai dari menyangrai, menumbuk biji  kopi, menyaring, sampai proses penyajian kopi. Diolah menjadi minuman kopi jenis apapun, seperti espresso, robusta, arabika, semua terasa lezat dan nikmat.