Mohon tunggu...
Pendidikan

"Ripple Effect" untuk Bagikan Energi Kebaikan pada Dunia

11 Agustus 2018   22:03 Diperbarui: 11 Agustus 2018   22:32 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya buat tulisan ini untuk mengikuti usulan sahabatku, Cici. Dia bilang, berikan kebaikan dan positivity pada satu orang saja, percayalah, orang itu akan meneruskannya kepada orang lain, kemudian orang lain tersebut akan membagikannya lagi pada orang yang lainnya, dan begitu seterusnya. Percaya atau tidak, kebaikan itu akan tersebar semakin banyak, semakin besar. Seperti air yang tenang ketika dilempari sebuah batu. Akan muncul riak-riak yang semakin lama semakin besar. Ripple effect. 

Biar aku ceritakan sedikit tentang Cici. Dari luar dia boleh jadi kelihatan biasa saja. Wajah perpaduan Manado dan Chinese. Kacamata bulat bertengger di hidungnya, pipi kemerahan---karena beberapa bekas jerawat. Nggak ada yang spesial. Tapi, pemikirannya beda dengan anak-anak SMA lainnya. Wajahnya selalu menyunggingkan senyum. Nggak pernah aku lihat dia marah, walau aku sering bertingkah menyebalkan.

Menurut Cici, hal paling kecil yang bisa dia lakukan untuk membagikan energi baik kepada setiap orang yang dia temui adalah dengan menyunggingkan senyuman. Untuk itu dia selalu tersenyum, pada siapa pun. Dengan teori ripple effect, senyum yang dia berikan itu, kemudian tanpa sadar membuat orang lain tersenyum, kemudian orang tersebut tersenyum kepada orang lain yang dia temui, orang lain yang dia temui itu kembali tersenyum pada orang lainnya. 

Ah iya, satu lagi, asal kalian tau, senyum itu adalah sesuatu yang menular. Nggak percaya? Kenapa nggak kalian coba untuk tersenyum pada orang lain, percayalah, orang itu akan tanpa sadar ikut tersenyum.

Bisa kalian bayangkan, betapa menyenangkannya jika semua orang di seluruh dunia ini saling tersenyum kepada satu sama lain. Ah, betapa indahnya.

Selain memberikan senyuman, dia juga selalu memberikan energi positif kepada semua orang yang dia temui. Nggak pernah kudengar ada satupun kata-kata negatif keluar dari mulutnya. Bahkan ketika dia ditimpa kegagalan. Biar aku ceritakan bagaimana dia masih bisa memberikan motivasi padaku, meski dirinya juga sama gagalnya denganku saat itu.

Kelas 3 adalah masa terberat untuk semua siswa-siswi yang duduk di SMA. Gimana nggak? Dihadapkan dengan berbagai ujian yang menggunung. Mulai dari Ujian Akhir Sekolah, Ujian Nasional, SNMPTN, SBMPTN, bahkan Ujian Mandiri. Aku termasuk salah satu yang berjuang keras untuk bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri, mengejar salah satu PTN bergengsi di Ibukota Jakarta.

Jangan ditanya seberapa besar aku berusaha. Sejak masuk kelas tiga, tidur bahkan nggak sampai lima jam. Boro-boro ikutan nongkrong bareng teman-teman, hampir setiap hari aku hang out di tempat kursus. Berkutat antara tempat kursus-sekolah-tempat kursus-sekolah. Kerjaku hanya belajar dan berdoa selama setahun itu. Membosankan, memang. Tapi, mau bagaimana lagi?

Karena perjuangan yang begitu berat itu, aku menangis sejadi-jadinya saat membaca pengumuman SBMPTN. Gagal. Gagal. Gagal. Meski aku masih diterima di salah satu universitas di kota kembang, Bandung. Tapi, tetap saja. Aku kan maunya Jakarta, bukan Bandung. Maksudnya---aku maunya itu, kenapa Tuhan nggak berikan? Kurang besar apa doa dan usahaku?

Aku yakin ini juga yang ada di benak teman-temanku yang nggak lulus. Inginnya membahagiakan orangtua, tapi kenapa malah mengecewakan mereka. Tapi, semua pemikiranku berubah saat bertukar pikiran dengan Cici. Sama sepertiku, dia juga mengincar Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Juga sama, dia nggak lulus. Tapi, nggak sepertiku yang masih beruntung mendapatkan kampus di Bandung, dia nggak dapat apa-apa. Berniat mengambil gap year dan mencoba tahun depan katanya.

Beda jauh denganku yang masih dirundung kesedihan, Cici nggak kehilangan binar kebahagiaan sama sekali. Sudut bibirnya masih terus tertarik ke atas. Kutanya bagaimana bisa dia setegar itu? Ah ya, aku lupa bilang, kalau kalian dekat-dekat dengannya, pasti bisa langsung merasakan aura positif yang mengitarinya, meski kalian nggak bisa membaca aura. Nggak tau kenapa, kerasa, saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun