Panas baru diangkat dari penggorengan, wangi renyahnya menggoda, rasa gurihnya menggugah. Di balik kelezatan yang disambut sorak lidah, ada cerita yang tak terdengar; cerita tubuh yang perlahan lupa caranya sehat.
 Tubuh yang diam-diam menjerit, saat selera lebih sering dimenangkan daripada kesadaran.
Gorengan: Renyah di Lidah, Meresap Jadi Petaka
Bakwan hangat, tempe mendoan, tahu isi, pisang goreng, cireng, bahkan paru dan usus goreng; semuanya menjadi ikon camilan rakyat yang murah dan menggoda.Â
Seringkali hadir sebagai teman teh manis sore hari, pelengkap sarapan, atau sekadar pelarian saat lapar mendadak. Tapi, jarang yang sadar: gorengan bukan sekadar makanan, ia adalah kebiasaan yang pelan-pelan bisa menjadi ancaman.
Secara gizi, gorengan termasuk makanan yang tinggi kalori namun rendah nutrisi. Proses penggorengan dengan suhu tinggi dan minyak yang digunakan berulang kali memicu pembentukan akrilamida, zat kimia yang bersifat karsinogen (pemicu kanker).Â
Lemak trans dan lemak jenuh juga sangat tinggi, memicu penyumbatan pembuluh darah, peningkatan kolesterol, serta peradangan sistemik di dalam tubuh.
Tak hanya itu, camilan yang tampaknya 'remeh' ini juga sering ditambah bumbu instan dengan kandungan garam dan penyedap rasa tinggi, yang memperburuk dampaknya terhadap ginjal dan tekanan darah.
Tubuh yang Lupa: Ketika Alarm Tak Lagi Didengar
Tubuh memiliki kemampuan luar biasa untuk memberi sinyal: lelah yang tak biasa, sakit kepala yang sering datang, perut kembung, bahkan kulit kusam. Tapi sayangnya, sinyal itu kerap diabaikan.Â