Kemudahan bertransaksi tanpa uang tunai kini semakin menggoda, terutama dengan hadirnya fitur paylater yang ditawarkan berbagai platform digital.
Bagi sebagian besar generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, paylater menjadi solusi instan untuk memenuhi gaya hidup kekinian. Namun di balik kemudahannya, tersembunyi risiko keuangan yang bisa menjadi bom waktu jika tidak dikelola dengan bijak.Â
Fenomena ini mengundang kekhawatiran: apakah generasi muda tengah dimanjakan teknologi atau justru digiring ke dalam jerat utang sejak dini?
Gaya Hidup Instan di Era Digital
Fitur paylater memungkinkan pengguna membeli barang atau jasa sekarang dan membayarnya kemudian; baik dalam waktu 30 hari maupun secara cicilan bulanan.Â
Platform seperti Gojek, Shopee, Tokopedia, hingga Traveloka berlomba menawarkan layanan ini dengan proses aktivasi yang cepat dan minim persyaratan. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda yang mendambakan kenyamanan dan fleksibilitas finansial.
Namun, kenyamanan ini sering kali mendorong kebiasaan konsumtif. Hanya dengan beberapa kali klik, seseorang bisa membeli produk fashion terbaru, tiket konser, bahkan liburan, meski belum memiliki dana yang cukup.Â
Dalam banyak kasus, keputusan tersebut lebih didorong oleh dorongan emosional dan tren sosial media daripada kebutuhan mendesak.
Statistik yang Mengkhawatirkan
Menurut survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024, lebih dari 40% pengguna layanan paylater berasal dari kelompok usia 20--35 tahun.