Tak semua anak mampu menyuarakan isi hatinya dengan kata. Terlebih bagi anak-anak dengan autisme, komunikasi bukan sekadar alat tukar informasi, tetapi tantangan hidup yang mereka jalani setiap hari.
Sebagai guru pendidikan khusus selama hampir 16 tahun, saya menyaksikan langsung betapa luasnya spektrum ini. Dari anak yang tak mampu berkata apa pun, hingga yang bisa berbicara lancar namun kesulitan memahami isyarat sosial sederhana.
Selama perjalanan tersebut, saya tak hanya belajar dari ruang kelas; tetapi juga dari ruang-ruang akademik dunia. Saya bersyukur menjadi salah satu penerima beasiswa pendidikan dari Monash University, Australia, dalam bidang khusus Autism Studies.Â
Dari sana, saya belajar bahwa komunikasi dengan anak autis bukan tentang "mengajari mereka berbicara", tetapi membuka diri untuk memahami cara mereka berkomunikasi.Â
Komunikasi sejati bukan tentang bagaimana kita menyampaikan, tetapi bagaimana kita hadir secara utuh untuk mendengarkan.
Memahami Dunia Mereka, Bukan Memaksa Masuk dengan Cara Kita
Komunikasi bagi anak autis bukan sekadar menyampaikan kata-kata. Banyak dari mereka yang mengalami keterlambatan bicara atau bahkan tidak berbicara sama sekali (nonverbal).Â
Namun bukan berarti mereka tidak ingin berkomunikasi. Mereka hanya memiliki cara berbeda dalam mengungkapkan rasa dan kebutuhan.
Beberapa anak menggunakan gerak tubuh, ekspresi wajah, atau alat bantu visual untuk menyampaikan pesan. Ada pula yang sangat responsif terhadap lagu, warna, atau simbol tertentu.Â
Tugas kita sebagai pendamping adalah mengenali pola tersebut dan menyambutnya sebagai bentuk komunikasi yang valid.