Di tengah meningkatnya angka pengangguran, gelar akademik dan sederet pengalaman kerja tak lagi menjadi jaminan diterimanya seseorang di dunia kerja. Ribuan pencari kerja bermodal CV mentereng harus menghadapi kenyataan pahit: lowongan semakin sedikit, sedangkan persaingan kian menggila.
Namun, di balik suramnya pasar kerja formal, muncul para pejuang ekonomi kreatif yang justru menemukan jalan bertahan hidup dari ide-ide liar yang tak pernah diajarkan di bangku kuliah.
Ini kisah tentang mereka di sekitar kita yang memilih bertahan bukan lewat profesi, melainkan lewat kreasi.
Ketika CV Tak Lagi Ampuh
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada awal 2025 masih menyentuh angka 5,3%, dengan dominasi lulusan SMA dan perguruan tinggi.
Ironisnya, justru mereka yang memiliki latar pendidikan tinggi kini paling banyak terdorong ke pinggiran pasar kerja. Sementara teknologi berkembang pesat, kebutuhan tenaga kerja berubah cepat, meninggalkan mereka yang tak cukup adaptif.
“Gelar sarjana hanya jadi formalitas kalau kita nggak bisa fleksibel,” ungkap Riska Ayu, 28 tahun, lulusan Ilmu Komunikasi yang kini berjualan brownies kukus secara daring di Tasikmalaya.
Riska mengaku melamar lebih dari 60 pekerjaan setelah terkena PHK pasca-pandemi. Saat nihil panggilan, ia mengubah dapur kecil di rumah menjadi laboratorium ide manis.
Kini omzet bulanannya tembus Rp8 juta dan ia terus berinovasi mengembangkan usaha kecilnya itu
Kreativitas: Mata Uang Baru di Era Survive Mode